Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bertujuan untuk memperkuat supremasi hukum di Indonesia, sehingga tidak hanya mengembalikan aset negara.
“Dengan adanya RUU ini, Indonesia dapat membangun sistem hukum yang lebih tangguh dalam menghadapi korupsi, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap komitmen negara dalam menjaga kekayaan publik dari tindakan kriminal,” kata Hardjuno dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
Untuk itu, kata dia, keberadaan RUU Perampasan Aset menjadi instrumen yang sangat esensial dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Meski begitu, dirinya mempertanyakan komitmen politik serta keseriusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029 untuk menjadikan pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas.
Hal tersebut seiring dengan sikap politik parlemen yang tidak memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029.
Selain itu, Hardjuno melihat ketidakseriusan DPR membahas RUU Perampasan Aset yang makin terlihat tatkala muncul wacana perubahan diksi dalam RUU tersebut dari kata perampasan menjadi pemulihan aset.
Pasalnya, menurut dia, perubahan diksi bisa menghilangkan roh utama dari RUU tersebut. Meski demikian, ia mengaku tidak mau terjebak dalam polemik soal nama atau judul RUU itu nantinya.
Ia berpendapat RUU Perampasan Aset merupakan instrumen penting untuk memperkuat langkah negara dalam menyita aset yang diduga hasil kejahatan tanpa harus melalui proses pidana yang panjang.
Dengan demikian, dia berharap RUU itu menjadi alat efektif guna menuntut transparansi dan akuntabilitas para penyelenggara negara, sehingga agar segera disahkan tanpa terjebak dalam polemik diksi semata.
"Jika DPR memahami betul manfaat RUU ini, mereka seharusnya lebih progresif dan berani memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam Prolegnas," tuturnya.
Dengan regulasi yang mendukung, Hardjuno menekankan bahwa negara dapat mengambil kembali kekayaan publik yang diselewengkan, bahkan dalam kasus-kasus yang kompleks seperti temuan uang Rp1 triliun di rumah mantan hakim Mahkamah Agung.
Di tengah kerugian negara akibat korupsi yang mencapai ratusan triliun rupiah, ia menekankan bahwa RUU Perampasan Aset dapat menjadi solusi untuk mempercepat pemulihan aset.
“Melalui RUU ini, negara diharapkan dapat mengambil langkah yang lebih tegas dan efisien dalam menyita aset korupsi, yang secara langsung akan memperkuat anggaran publik untuk kepentingan masyarakat luas,” ucap Hardjuno.