Jakarta (ANTARA) - Warsa 2024 diwarnai dengan berbagai inisiatif ambisius untuk melawan tantangan-tantangan besar dalam menyehatkan bangsa Indonesia dan dunia, dengan fokus pada upaya promotif dan preventif untuk menekan biaya perawatan yang melambung jika sudah jatuh sakit.
Dengan Budi Gunadi Sadikin kembali menakhodai Kementerian Kesehatan, paradigma tersebut tetap berjalan meski tampuk kekuasaan sudah berganti. Selain itu, ada juga Taruna Ikrar yang jadi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak Agustus 2024, yang membuka babak baru dalam mengembangkan upaya pengawasan obat dan makanan.
Berbagai peristiwa penting tercatat sepanjang tahun, seperti dikeluarkannya peraturan pelaksana untuk Undang Undang 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, yakni PP Nomor 28 Tahun 2024. Di dalam PP ini dijabarkan tentang, antara lain, ketentuan soal rokok dan tembakau, kontrasepsi bagi remaja, dan pemberian susu formula.
Ada juga upaya-upaya Indonesia untuk memperluas akses kesehatan yang terkandung dalam transformasi kesehatan dan dilanjutkan dalam program-program percepatan. Perluasan akses ternyata tak hanya di tingkat nasional, tapi Indonesia juga berupaya memberi andil di tingkat global, seperti penyaluran perawat.
Mencegah lebih baik daripada mengobati
Karena kesehatan merupakan aset paling berharga selain pendidikan, maka perlu dijaga agar tidak sampai "sakit". Oleh karena itu, selama 2024, penguatan di fasilitas kesehatan primer seperti puskemas terus digencarkan, mulai dari kualitas sumber daya manusia hingga mutu teknologi penapisan atau skrining.
Tak luput, akses bagi publik ke layanan kesehatan juga terus diperluas. Hal ini tergambar dari capaian Jaminan Kesehatan Semesta yang tercatat pada 98,67 persen per September 2024.
Bicara soal skrining, salah satu penyakit yang menjadi sorotan selama 2024 adalah tuberkulosis (TBC). Tak heran, karena ada saja masalah gara-gara infeksi dari bakteri Mycobacterium tuberculosis ini. Selain dapat menyerang paru-paru, organ lain juga bisa terdampak, seperti kulit, ginjal, bahkan otak.
Terlebih, bakteri ini juga bisa dorman atau laten. Artinya, 'tertidur' hingga sekian lama, dan yang memiliki bakteri itu tidak merasa sakit. Hal ini menyebabkan orang tidak sadar terkena TBC, dan menularkannya ke orang lain. Orang dengan HIV/AIDS juga lebih rentan terkena penyakit ini.
Jika pengobatan TBC tidak adekuat, maka dapat berujung pada TB Sensitif Obat (TBSO) dan/atau TB Resisten Obat (TBRO), di mana pengobatan tidak lagi begitu mempan untuk menanganinya.
Oleh karena itu, sebagai salah satu upaya pencegahan, Presiden Prabowo Subianto menargetkan penurunan kasus TBC sebanyak 50 persen dalam 5 tahun, selaras dengan target eliminasi TB global pada 2030.
Selain skrining TB, penekanan pada pencegahan terlihat pada program skrining ulang tahun yang meliputi 14 penyakit, antara lain, penyakit jantung, berbagai jenis kanker, kesehatan gigi, hipotiroid kongenital. Adapun jenis skrining yang diberikan akan disesuaikan dengan usia yang punya hajat.
Manusia, tenaga utama kesehatan
Tak ada layanan kesehatan tanpa sumber daya manusia yang memberikannya. Oleh karena itu, tenaga kesehatan (nakes) dan tenaga medis (named) menjadi bagian terintegrasi dalam upaya menyehatkan bangsa. Sayangnya, masih banyak isu seputar SDM ini yang masih perlu diperhatikan.
Jumlah dokter, misalnya. Masih dibutuhkan 124 ribu dokter umum dan 29 ribu dokter spesialis. Dokter-dokter yang ada pun masih hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sejumlah upaya untuk memudahkan pun digelar, seperti memberikan beasiswa dan fellowship serta mengadakan pendidikan berbasis rumah sakit.
Materi pelajaran yang sulit, ditambah dengan perundungan yang seolah tidak ada habisnya di dunia pendidikan dokter, menjadi tantangan yang menghalangi pemenuhan tersebut.
Puncaknya yang menggegerkan, yang juga menjadi batu sandungan dalam upaya pemenuhan ini, adalah kasus bunuh diri mahasiswi Peserta Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro Aulia Risma Lestari, diduga karena perundungan atau bullying. Awalnya, pihak Fakultas Kedokteran Undip dan RS Kariadi membantah, namun akhirnya mengakui adanya perundungan di lingkungannya, yang diperkuat dengan sejumlah bukti seperti iuran-iuran tambahan.
Sejak saat itu, Kemenkes menjadi agresif dalam memberantas perundungan, mengeluarkan berbagai peraturan contohnya hanya membolehkan kanal komunikasi resmi di platform seperti WhatsApp dan Telegram, dan mengupayakan kesehatan mental para peserta tersebut demi pemenuhan tenaga medis nasional.
Memang, seperti jargon mens sana in corpore sano, kesehatan tak hanya fisik, namun juga jiwa termasuk dalam kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan berusaha memperluas layanan kesehatan jiwa di puskesmas. Saat ini, baru ada 40 persen puskesmas di Tanah Air yang menyediakannya.
Oleh karena itu, Kemenkes juga meningkatkan kapasitas sebanyak sejuta orang agar dapat menjadi penolong pertama (first aider) dalam inisiatif Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP). Layaknya P3K mengatasi masalah medis awal, P3LP diharapkan menjadi langkah awal untuk menangani masalah-masalah kesehatan jiwa setiap hari sebelum pasien diberikan pertolongan profesional.
Inovasi teknologi, perpanjangan tangan manusia
Semakin zaman berkembang, penyakit juga kian beragam sehingga perkembangan teknologi perlu mengimbanginya guna pencegahan serta perawatan.
Teknologi dan data genomik menjadi salah satu yang digadang-gadang sebagai revolusi medis oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dengan teknologi tersebut, ketepatan diagnosis dan pengobatan dapat ditingkatkan.
Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Rizka Andalusia menyebutkan, data genomik dapat membantu mengetahui apakah seseorang memiliki resistensi terhadap jenis obat tertentu sehingga dokter dapat meresepkan obat yang lebih presisi atau tepat.
Kemudian pada Desember, sebagai bagian dari program Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) yang dimulai pada 2022, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo meluncurkan layanan unggulan terbaru melalui Clinical Research Unit (CRU) yang mengintegrasikan teknologi genomik untuk menangani penyakit metabolik, seperti diabetes, kolesterol tinggi, dan nutrisi.
Selain teknologi genomik, Indonesia juga mulai melirik potensi obat terapi lanjutan atau advanced therapy medicinal products (ATMPs), yakni pengobatan berbasis gen, jaringan, dan sel. Kepala BPOM Taruna Ikrar menyebutkan bahwa ATMP adalah sebuah terobosan yang akan menjadi teknik pengobatan terpenting dalam penanganan penyakit degeneratif dan penyakit keganasan, terutama untuk kanker dan kelainan bawaan atau genetik.
Taruna menilai, potensi yang menjanjikan tersebut perlu dikawal dengan studi lebih lanjut guna aplikasi yang lebih baik. Oleh karena itu, sebagai komitmennya untuk mengembangkan potensi ATMP, BPOM menyelaraskan praktik regulasi produk obat terapi lanjutan (ATMP) dengan standar internasional yang diakui, sebagai bentuk komitmen untuk mengawal potensi ATMP dalam pengobatan yang transformatif.
Selaras dengan ini, Kementerian Kesehatan menyiapkan berbagai pusat riset klinis di RS-RS-nya. Mengawal pengembangan ATMP adalah bagian dari menciptakan ketahanan farmasi. Tak luput, Badan Riset dan Inovasi Nasional juga menyatakan siap menyalurkan sumber daya manusianya untuk studi lebih lanjut.
RI sebagai aktor tingkat global
Adapun di kancah global, Indonesia mau berpartisipasi dalam menyehatkan masyarakat dunia, contohnya, seperti dalam pemenuhan kebutuhan perawat. Diperkirakan pada 2030, dibutuhkan sekitar 6 juta perawat. Untuk itu, Kemenkes bersama Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia berusaha mempermudah regulasi, agar semakin mudah bagi putra-putri bangsa untuk ke luar negeri.
Selain dapat memenuhi kebutuhan global, penempatan tersebut juga dapat menyejahterakan para perawat yang dikirim ke negara yang membutuhkan.
Kontribusi lainnya yang Indonesia mau lakukan adalah menambah produsen vaksin, agar suplai vaksin global semakin banyak. Hal ini adalah buah dari pelajaran selama COVID-19, agar tidak bergantung pada negara lain dalam pemenuhan vaksin.
“Sebelumnya, Indonesia hanya memiliki satu produsen vaksin, yaitu Biofarma, namun dalam 2 tahun terakhir, jumlah produsen vaksin di Indonesia telah bertambah menjadi tiga, dengan dua di antaranya berasal dari sektor swasta,” ujar Budi Gunadi Sadikin.
Di sisi lain, Indonesia juga berusaha bergabung dalam deretan Otoritas Terdaftar WHO (WHO-Listed Authority). Kepala BPOM Taruna Ikrar menyebutkan, masuk ke daftar itu bukan hanya soal reputasi, melainkan juga mendapatkan kepercayaan global dalam hal penjaminan obat dan makanan sehingga produk-produknya bisa diterima oleh masyarakat dunia.
Artinya, hal ini bisa menggaet lebih banyak investasi, dan produksi sektor farmasi pun turut naik. Untuk meraih ini, mereka harus menyelesaikan banyak pekerjaan rumah, antara lain, meningkatkan jejaring laboratorium, memperkuat penindakan agar produk sesuai dengan standar, serta reformasi regulasi.
Terkandung dalam transformasi kesehatan dan Astacita, dari hulu ke hilir, selalu ada perubahan yang disegerakan untuk menjamin kesehatan semua orang karena kesehatan merupakan setengah dari aset-aset yang penting, dengan aset lainnya berupa pendidikan.
Editor: Achmad Zaenal M