Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan penegakan hukum atas kasus penembakan bos rental di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak berjalan baik, menyusul vonis majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta kepada tiga pelaku.
“Proses penegakan hukum atas pembunuhan bos rental di Rest Area KM 45 Tangerang telah berjalan dengan baik,” kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu.
Vonis pidana penjara seumur hidup kepada Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli serta pidana empat tahun penjara kepada Sersan Satu Rafsin Hermawan dinilai telah sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM.
“Putusan Pengadilan Militer II-08 tersebut sejalan dengan rekomendasi Komnas HAM, yaitu meminta penegakan hukum yang adil dan transparan terkait adanya peristiwa pembunuhan di luar proses hukum,” ujar dia.
Komnas HAM mengapresiasi putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta dan oditur militer yang telah menuntut para terdakwa. Namun demikian, Komnas HAM menyoroti putusan pengadilan yang menolak permohonan restitusi untuk korban.
“Perlu mempertimbangkan restitusi untuk korban di masa depan,” imbuh Uli.
Pengadilan Militer Jakarta, Selasa (25/3), memvonis KLK Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli dengan pidana penjara seumur hidup karena terbukti bersalah dalam kasus penembakan bos rental di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak pada 2 Januari 2025.
Terdakwa Bambang dan Akbar terbukti melakukan pembunuhan berencana dan penadahan berujung penembakan yang merampas nyawa orang lain. Keduanya melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Sersan Satu Rafsin Hermawan divonis pidana penjara empat tahun. Majelis hakim menyatakan yang bersangkutan terbukti melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketiga terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer TNI Angkatan Laut. Sebab, selaku prajurit terdidik, hakikatnya mereka bertindak melindungi kelangsungan hidup negara dan masyarakat, bukan untuk membunuh rakyat.
Di sisi lain, majelis hakim memutuskan tidak dapat mengabulkan permohonan biaya ganti rugi atau restitusi kepada korban dalam kasus tersebut. Hal ini menimbang terdakwa tidak mampu membayar permohonan restitusi untuk korban meninggal dunia Ilyas Abdurrahman dan korban luka berat Ramli.
Selain itu, menurut majelis hakim, pengajuan restitusi yang dibebankan kepada tiga terdakwa tidak tepat karena perkara ini juga berkaitan dengan terdakwa lainnya yang merupakan warga sipil, seperti Isra alias Ires (39) dan Ajat Supriatna (29).
Majelis hakim menilai terdapat beberapa komponen yang seharusnya tidak termasuk dalam besarnya nilai restitusi, yakni pengeluaran pembayaran seluruh angsuran bulanan mobil sewa (rental) yang tidak termasuk ganti rugi yang berkaitan dengan kehilangan kekayaan.
Adapun dalam tuntutannya, oditur militer menuntut terdakwa Bambang membayar restitusi kepada keluarga almarhum Ilyas Abdurrahman (bos rental) senilai Rp209,6 juta dan Rp146,4 juta kepada Ramli.
Sementara itu, terdakwa Akbar dan Rafsin masing-masing dituntut membayar restitusi sejumlah Rp147 juta kepada keluarga almarhum Ilyas Abdurrahman dan Rp73 juta kepada keluarga Ramli.