Labuan Bajo (ANTARA) - Wakil Gubernur (Wagub) Nusa Tenggara Timur (NTT) Johni Asadoma menyatakan tiga tema yang menjadi pembahasan dalam Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) IV sangat strategis, mutakhir, dan berorientasi ke masa depan.
"Apresiasi setinggi-tingginya kepada APHTN-HAN yang selama ini konsisten memperkuat budaya akademik hukum tata negara dan administrasi negara," katanya di Labuan Bajo, Jumat malam.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam pembukaan Konferensi Nasional APHTN-HAN IV di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tiga tema dalam Konferensi Nasional APHTN-HAN IV di Labuan Bajo yakni konstitusionalisme digital, penataan pemilu, hingga pengelolaan investasi negara (sovereign wealth fund).
Terkait tema konstitusionalisme digital, Johni Asadoma menilai dalam era digital saat ini ruang digital menjadi bagian dari kehidupan warga negara.
Digitalisasi, lanjut dia, membuka kesempatan besar untuk transparansi, partisipasi publik, dan efektivitas pelayanan, namun juga menghadirkan ancaman serius seperti penyalahgunaan data pribadi, disinformasi dan ujaran kebencian, serangan siber terhadap institusi negara, hingga penggunaan algoritma yang dapat mempengaruhi perilaku politik warga.
"Karena itu, integrasi nilai konstitusi dalam tata kelola digital merupakan keharusan," ungkapnya.
Lebih lanjut, dalam tema penataan pemilihan umum (Pemilu), ia menilai pemilu merupakan fondasi demokrasi, akan tetapi isu sistem proporsional, tingginya biaya politik, efektivitas pengawasan pemilu, serta integritas pemanfaatan teknologi pemilu ternyata masih memerlukan perbaikan struktural dan normatif.
"Isu-isu ini menjadi penting bukan hanya bagi pusat, tetapi juga bagi daerah seperti NTT yang setiap siklus pemilu selalu menghadapi tantangan logistik, geografis, dan kualitas pengawasan," ungkapnya.
Selanjutnya, terkait tema sovereign wealth fund (SWF), ia menjelaskan Indonesia telah membentuk mekanisme SWF sebagai instrumen strategis untuk investasi nasional dan dalam konteks pembangunan daerah, termasuk NTT hal ini membuka peluang besar untuk pendanaan infrastruktur dan pengembangan ekonomi.
"Namun, sebagaimana dicatat dalam Term of Reference (ToR): aspek konstitusionalitas, tata kelola, transparansi, serta keseimbangan kepentingan nasional versus investor asing adalah isu utama yang harus terus dijaga," katanya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyatakan tiga tema yang menjadi fokus Konferensi Nasional APHTN-HAN IV mencerminkan tiga dimensi utama tata kelola negara yang melingkupi teknologi, demokrasi dan ekonomi.
Ia juga meyakini ruang-ruang panel dalam konferensi itu akan melahirkan diskursus yang tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis dan aplikatif.
"Saya melihat di sini hadir banyak guru besar, cendekiawan, akademisi maupun praktisi yang berpengalaman. Akademisi dapat menyumbangkan kerangka teoritis dan kritik akademis, di sisi lain praktisi dapat mengemukakan pengalaman empiris dalam menjalankan kebijakan," katanya.
Ia berharap konferensi itu dapat melahirkan rumusan dan rekomendasi yang komprehensif bagi penguatan konstitusionalisme digital, penataan Pemilu serta pengelolaan investasi negara di Indonesia.
