Pontianak (ANTARA) - Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan mendorong percepatan pemindahan aktivitas dari Pelabuhan Dwikora Pontianak ke Pelabuhan Internasional Kijing, Kabupaten Mempawah.
"Langkah ini sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi Pelabuhan Kijing yang telah dibangun dengan anggaran besar dari pemerintah pusat. Dan untuk mendorong itu, saya bertemu dengan Komisaris Pelindo dan jajaran di pusat, jadi ini bukan sekadar wacana, tapi sudah langkah nyata," kata Krisantus di Pontianak, Rabu.
Krisantus mengatakan, dirinya telah melakukan langkah konkret dengan berkoordinasi langsung ke tingkat pusat, termasuk bertemu Komisaris PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), Arief Puyono, di kantor Pelindo Pusat.
Ia menjelaskan, pembangunan Pelabuhan Kijing telah melalui kajian dan studi kelayakan yang komprehensif, termasuk inventarisasi berbagai potensi dampak yang akan muncul, seperti kemacetan lalu lintas, fluktuasi harga, hingga dampak terhadap perusahaan di sekitar kawasan pelabuhan.
"Semua itu sudah dikaji sebelum Kijing dibangun. Biaya pembangunannya juga sangat besar dari APBN, bukan uang kecil, jadi kalau sekarang muncul persoalan, itu sebenarnya sudah masuk dalam kajian awal dan bukan hal yang luar biasa," tuturnya.
Menurut Krisantus, sudah menjadi keharusan bagi Pelindo untuk segera memfungsikan Pelabuhan Kijing sebagai pelabuhan internasional, sementara Pelabuhan Dwikora difokuskan untuk pelayanan domestik.
Ia pun berharap Gubernur Kalimantan Barat dapat menerbitkan peraturan gubernur yang mengatur secara tegas peruntukan kedua pelabuhan tersebut.
"Pelabuhan Dwikora untuk domestik, Pelabuhan Kijing untuk internasional. Ini penting agar penataan pelabuhan lebih jelas dan tertib," katanya.
Terkait persoalan kemacetan di sekitar Pelabuhan Dwikora, Krisantus menilai kondisi tersebut sudah tidak layak dipertahankan. Ia menyebut kemacetan dan kecelakaan lalu lintas kerap terjadi akibat aktivitas pelabuhan di kawasan perkotaan.
"Kalau macet, itu konsekuensi pembangunan. Ke depan, kebutuhan jalan tol juga menjadi keharusan," ujarnya.
Ia bahkan mengusulkan pembangunan jalan tol dengan memanfaatkan jalur bantaran Sungai Kapuas agar memudahkan pembebasan lahan dan menekan biaya ganti rugi.
Krisantus juga menyoroti kerugian ekonomi yang selama ini dialami Kalimantan Barat akibat aktivitas ekspor komoditas unggulan, seperti sawit dan tambang, yang masih melalui pelabuhan di luar daerah.
"Selama puluhan tahun kita rugi. Ekspor sawit dan tambang Kalbar tercatat lewat Dumai dan Tanjung Priok, sehingga DBH-nya masuk ke daerah lain. Padahal sawit dan tambang itu ada di Kalimantan Barat," kata Krisantus.
Ia menyatakan, gagasan pemindahan pelabuhan internasional ke Kijing telah berulang kali disampaikan kepada Gubernur Kalbar sejak awal masa jabatannya, sejalan dengan arahan Presiden agar daerah mampu mandiri secara fiskal.
"Daerah diminta mandiri, memaksimalkan sumber daya alamnya. Itu butuh kepemimpinan yang kreatif, inovatif, kolaboratif, dan berorientasi pada keuntungan daerah," katanya.
Menanggapi kekhawatiran terkait potensi hilangnya lapangan pekerjaan akibat pemindahan aktivitas pelabuhan, Krisantus menilai hal tersebut tidak beralasan.
"Jarak Pontianak ke Kijing hanya sekitar satu setengah jam. Itu bukan hambatan. Pekerjaan tidak hilang, hanya berpindah lokasi," katanya.
Ia menegaskan, dengan besarnya anggaran yang telah dikeluarkan negara untuk membangun Pelabuhan Kijing, fasilitas tersebut harus segera difungsikan secara optimal demi kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat.
