Jakarta (Antara Kalbar) - Badan Narkotika Nasional menemukan 24 narkotika jenis baru di Indonesia dari 251 jenis baru di dunia.
"Di Indonesia ini sudah mencapai 24 jenis yang masuk ke dalam zat psikoaktif baru atau 'new psichoactive substances' (NPS)," kata Kepala BNN Anang Iskandar saat acara "A Day Gathering of BNN and Law Enforcement Liaison Officer" di Jakarta, Kamis.
Anang menyebutkan narkotika yang mengandung metaphetamine, terutama berbentuk kristal masih sebanyak 71 persen pada 2012.
Metafetamin, yakni zat yang jika disalahgunakan akan mengakibatkan penggunanya berhalusinasi dan disorientasi pancaindera.
"Banyaknya NPS yang beredar di Indonesia menunjukkan geliat sindikat narkoba untuk terus berupaya meracuni generasi bangsa dengan tetap menghindari jerat hukum," ucapnya.
Dia menjelaskan seperti yang tertera dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, ancaman maksimal untuk pelaku kejahatan narkotika golongan satu baik tanaman maupun bukan tanaman adalah hukuman mati.
"Hingga saat ini, Indonesia masih menganut hukuman mati untuk para pelaku kejahatan narkotika yang luar biasa atau 'extraordinary crime'," tandasnya.
Berdasarkan data BNN, jumlah jenis zat psikoaktif tersebut kian bertambah dari sebelumnya 21 jenis menjadi 24 jenis yang diciptakan sindikat narkoba dan didukung oleh tenaga ahli farmasi.
Bahkan, lanjut dia, 251 narkoba jenis baru yang sengaja dibuat dengan tujuan untuk menghindari jerat hukum yang telah diatur oleh undang-undang masing-masing negara.
Karena itu, lanjut dia, pembahasan untuk menghentikan pergerakan sindikat narkotika tersebut perlu dibahas antarnegara, karena dia menilai masalah narkoba merupakan masalah mendunia dan perlu ditangani bersama.
Menurut Anang, isu ancaman zat psikoaktif baru dan masalah hukuman mati di Indonesia perlu dibahas secara mandalam karena masing-masing negara menghadapi permasalahan dan penanganan NPS yang berbeda.
"Untuk itu, di sini lah masing-masing negara bisa bertukar pikiran mengenai formulasi penanganan NPS yang ideal. Sementara, isu hukuman mati tak kalah penting, sehingga muncul persepsi atau sudut pandang yang objektif dari negara-negara yang tidak menganut hukuman tersebut," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Di Indonesia ini sudah mencapai 24 jenis yang masuk ke dalam zat psikoaktif baru atau 'new psichoactive substances' (NPS)," kata Kepala BNN Anang Iskandar saat acara "A Day Gathering of BNN and Law Enforcement Liaison Officer" di Jakarta, Kamis.
Anang menyebutkan narkotika yang mengandung metaphetamine, terutama berbentuk kristal masih sebanyak 71 persen pada 2012.
Metafetamin, yakni zat yang jika disalahgunakan akan mengakibatkan penggunanya berhalusinasi dan disorientasi pancaindera.
"Banyaknya NPS yang beredar di Indonesia menunjukkan geliat sindikat narkoba untuk terus berupaya meracuni generasi bangsa dengan tetap menghindari jerat hukum," ucapnya.
Dia menjelaskan seperti yang tertera dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, ancaman maksimal untuk pelaku kejahatan narkotika golongan satu baik tanaman maupun bukan tanaman adalah hukuman mati.
"Hingga saat ini, Indonesia masih menganut hukuman mati untuk para pelaku kejahatan narkotika yang luar biasa atau 'extraordinary crime'," tandasnya.
Berdasarkan data BNN, jumlah jenis zat psikoaktif tersebut kian bertambah dari sebelumnya 21 jenis menjadi 24 jenis yang diciptakan sindikat narkoba dan didukung oleh tenaga ahli farmasi.
Bahkan, lanjut dia, 251 narkoba jenis baru yang sengaja dibuat dengan tujuan untuk menghindari jerat hukum yang telah diatur oleh undang-undang masing-masing negara.
Karena itu, lanjut dia, pembahasan untuk menghentikan pergerakan sindikat narkotika tersebut perlu dibahas antarnegara, karena dia menilai masalah narkoba merupakan masalah mendunia dan perlu ditangani bersama.
Menurut Anang, isu ancaman zat psikoaktif baru dan masalah hukuman mati di Indonesia perlu dibahas secara mandalam karena masing-masing negara menghadapi permasalahan dan penanganan NPS yang berbeda.
"Untuk itu, di sini lah masing-masing negara bisa bertukar pikiran mengenai formulasi penanganan NPS yang ideal. Sementara, isu hukuman mati tak kalah penting, sehingga muncul persepsi atau sudut pandang yang objektif dari negara-negara yang tidak menganut hukuman tersebut," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013