Pontianak (Antaranews Kalbar) - Calon Gubernur peserta Pilkada Kalimantan Barat 2018, Karolin Margret Natasa mengaku takjub dengan keuletan para perajin Tenun Sambas yang dapat menghasilkan kain dengan keindahan ciri khas budaya yang ada.
"Hari ini saya sengaja meluangkan waktu untuk bisa melihat dari dekat dan proses pembuatan kain Songket Sambas di Dusun Keranji. Saya takjub dengan proses pembuatan yang rumit untuk menghasilkan selembar kain buatan tangan yang indah ini," kata Karolin, saat melihat pembuatan Songket di Dusun Keranji, Desa Tanjung Mekar, Kabupaten Sambas, Rabu.
Menurutnya, untuk proses pembuatannya dengan motif sederhana membutuhkan waktu paling tidak 20 hari. Setelah berdialog dengan para ibu yang menjadi perajin Songket Sambas selama puluhan tahun, dia mengaku semakin terpesona.
Yang lebih menarik, kata Karolin, di balik selembar kain Songket Sambas yang indah, ada kisah perjuangan para wanita untuk berjuang bagi ekonomi keluarga sekaligus melestarikan budaya.
"Ada jari jemari para ibu yang menaruh harapan masa depan anak-anak dan keluarganya dalam setiap benang yang ditenun menjadi sebuah keindahan," tuturnya.
Jadi lanjutnya, kain Songket Sambas bukan sekedar penutup tubuh, pelengkap pakaian tetapi di baliknya terkandung budaya masyarakat Sambas yang tekun, ulet dan pekerja keras dalam kesantunan dan keramahan budaya adat istiadat.
"Pengalaman saya hari ini memperkuat semangat dan komitmen saya untuk mendampingi dan mengembangkan usaha kecil dan menengah, industri rumah tangga sebagai salah satu pilar ekonomi keluarga di Kalimantan Barat," tuturnya.
Baca juga: Tenun Sambas meriahkan EJFT 2019
Baca juga: 41 Rancangan Tenun Sambas Warnai JF3 2017
Baca juga: Kain Tenun Songket Sambas Diminati Masyarakat Kuching
Mulai dari kemudahan bahan baku, produksi, mencarikan akses pemasaran termasuk melalui pemasaran online, akses permodalan di perbankan dan pengembangan produk agar dapat bersaing.
"Saya mengharapkan para pengrajin Songket ini untuk bisa terus berjuang dalam melestarikan budaya yang ada dan meningkatkan ekonomi keluarga," kata Karolin.
Dirinya juga menyarankan kepada masyarakat perajin kain Songket Sambas yang ada di Dusun Keranji, Kecamatan Sambas untuk mendaftarkan hak paten dari setiap motif Songket yang dibuat.
"Ini sangat penting karena apa yang dihasilkan oleh para pengrajin Songket ini merupakan hak cipta yang perlu dilindungi. Dengan adanya hak paten, tentu masyarakat luar tidak bisa menirunya karena telah dilindungi undang-undang," tuturnya.
Menurutnya, usaha kerajinan tenun Songket selain potensial untuk memajukan ekonomi masyarakat juga bagian dari upaya melestarikan tradisi budaya Melayu Sambas.
Bupati Landak yang sedang mengambil cuti Kampanye Pencalonan Pilgub Kalbar ini menambahkan, permasalahan perajin ini biasanya ada pada bahan baku, produktivitas (pasokan bahan baku) dan penjualan.
"Saya tahu betul hal ini karena ibu saya sudah sepuluh tahun menjabat sebagai Ketua Dekranasda Kalbar, sehingga saya tahu betul apa kendala yang dihadapi oleh para pengrajin tenun," katanya.
Kendala lainnya, lanjut Karolin, karena penjualan kain Songket ini harganya yang mahal sehingga memerlukan varietas produk turunan dari Songket agar harganya bisa terjangkau.
Dirinya menyarankan, jika per helai kain songket bisa mencapai Rp1 juta rupiah, namun jika ini diolah menjadi kombinasi kemeja, atau baju, tentu harganya bisa lebih murah, namun tidak menghilangkan karakteristik dari kain songket itu sendiri.
"Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, saya sarankan kepada pengrajin Songket agar bisa mengikuti trend pasar atau market yang ada, bukan membuat sesuai dengan keinginan sendiri," kata Karolin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Hari ini saya sengaja meluangkan waktu untuk bisa melihat dari dekat dan proses pembuatan kain Songket Sambas di Dusun Keranji. Saya takjub dengan proses pembuatan yang rumit untuk menghasilkan selembar kain buatan tangan yang indah ini," kata Karolin, saat melihat pembuatan Songket di Dusun Keranji, Desa Tanjung Mekar, Kabupaten Sambas, Rabu.
Menurutnya, untuk proses pembuatannya dengan motif sederhana membutuhkan waktu paling tidak 20 hari. Setelah berdialog dengan para ibu yang menjadi perajin Songket Sambas selama puluhan tahun, dia mengaku semakin terpesona.
Yang lebih menarik, kata Karolin, di balik selembar kain Songket Sambas yang indah, ada kisah perjuangan para wanita untuk berjuang bagi ekonomi keluarga sekaligus melestarikan budaya.
"Ada jari jemari para ibu yang menaruh harapan masa depan anak-anak dan keluarganya dalam setiap benang yang ditenun menjadi sebuah keindahan," tuturnya.
Jadi lanjutnya, kain Songket Sambas bukan sekedar penutup tubuh, pelengkap pakaian tetapi di baliknya terkandung budaya masyarakat Sambas yang tekun, ulet dan pekerja keras dalam kesantunan dan keramahan budaya adat istiadat.
"Pengalaman saya hari ini memperkuat semangat dan komitmen saya untuk mendampingi dan mengembangkan usaha kecil dan menengah, industri rumah tangga sebagai salah satu pilar ekonomi keluarga di Kalimantan Barat," tuturnya.
Baca juga: Tenun Sambas meriahkan EJFT 2019
Baca juga: 41 Rancangan Tenun Sambas Warnai JF3 2017
Baca juga: Kain Tenun Songket Sambas Diminati Masyarakat Kuching
Mulai dari kemudahan bahan baku, produksi, mencarikan akses pemasaran termasuk melalui pemasaran online, akses permodalan di perbankan dan pengembangan produk agar dapat bersaing.
"Saya mengharapkan para pengrajin Songket ini untuk bisa terus berjuang dalam melestarikan budaya yang ada dan meningkatkan ekonomi keluarga," kata Karolin.
Dirinya juga menyarankan kepada masyarakat perajin kain Songket Sambas yang ada di Dusun Keranji, Kecamatan Sambas untuk mendaftarkan hak paten dari setiap motif Songket yang dibuat.
"Ini sangat penting karena apa yang dihasilkan oleh para pengrajin Songket ini merupakan hak cipta yang perlu dilindungi. Dengan adanya hak paten, tentu masyarakat luar tidak bisa menirunya karena telah dilindungi undang-undang," tuturnya.
Menurutnya, usaha kerajinan tenun Songket selain potensial untuk memajukan ekonomi masyarakat juga bagian dari upaya melestarikan tradisi budaya Melayu Sambas.
Bupati Landak yang sedang mengambil cuti Kampanye Pencalonan Pilgub Kalbar ini menambahkan, permasalahan perajin ini biasanya ada pada bahan baku, produktivitas (pasokan bahan baku) dan penjualan.
"Saya tahu betul hal ini karena ibu saya sudah sepuluh tahun menjabat sebagai Ketua Dekranasda Kalbar, sehingga saya tahu betul apa kendala yang dihadapi oleh para pengrajin tenun," katanya.
Kendala lainnya, lanjut Karolin, karena penjualan kain Songket ini harganya yang mahal sehingga memerlukan varietas produk turunan dari Songket agar harganya bisa terjangkau.
Dirinya menyarankan, jika per helai kain songket bisa mencapai Rp1 juta rupiah, namun jika ini diolah menjadi kombinasi kemeja, atau baju, tentu harganya bisa lebih murah, namun tidak menghilangkan karakteristik dari kain songket itu sendiri.
"Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, saya sarankan kepada pengrajin Songket agar bisa mengikuti trend pasar atau market yang ada, bukan membuat sesuai dengan keinginan sendiri," kata Karolin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018