Jakarta (ANTARA Kalbar) - Deputi Bidang Advokasi, Pergerakan dan Informasi BKKBN Pusat, Hardiyanto mengakui masih minim pemerintah daerah yang sudah membentuk kelembagaan terkait pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.
"Padahal, sesuai UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, di pasal 53 mengatur secara jelas bahwa pemerintah daerah membentuk Badan Kependudukan dan KB Daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota," kata Hardiyanto saat membuka workshop kehumasan "Pengelola Humas dan Jurnalis se-Indonesia" di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, saat ini baru tiga daerah dari seluruh kabupaten dan kota di Indonesia yang sudah membentuk Badan Kependudukan dan KB Daerah (BKKBD).
"Ternyata, komitmen untuk menangani program kependudukan dan KB tidak sama di tiap daerah," kata dia.
Ia melanjutkan, kedua program tersebut umumnya digabung dengan bidang lain misalnya pemberdayaan perempuan, anak, masyarakat atau lainnya.
Ia tidak memungkiri bahwa masih banyak kepala daerah yang memandang pembangunan fisik lebih penting dibanding penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas.
"Karena pembangunan sumber daya manusia, sifatnya jangka panjang, 10 tahun sampai 15 tahun," ujar dia.
Padahal, lanjut Hardiyanto, tanpa pengendalian penduduk dan peningkatan kualitas manusia, akan memberi dampak lain bagi pemerintah. Diantaranya penyediaan kebutuhan layanan kesehatan, pendidikan maupun lapangan kerja.
"Termasuk dampak di bagian hilir, seperti pemenuhan kebutuhan BBM, pangan, air bersih, listrik. Jumlahnya akan semakin besar kalau penduduk tidak terkendali," kata Hardiyanto.
Ia mengungkapkan, masalah kependudukan dan KB sebenarnya menjadi urusan wajib pemerintah daerah. "Memang tidak ada sanksi yang jelas kalau tidak menjadi komitmen daerah. Tetapi itu sudah menjadi kewenangan dari Mendagri," kata dia.
Namun, ia menambahkan, salah satu kriteria dari delapan sukses pemerintah daerah adalah di bidang kependudukan dan KB.
"Kalau ada yang tidak terpenuhi, berarti ada yang tidak tercapai dari kinerja pemerintah daerah setempat," katanya menegaskan.
Ia mengakui, ada keinginan untuk mengembalikan kewenangan pengendalian kependudukan dan program KB ke pusat.
"Tetapi itu keputusan politik," kata dia. Dampak positif kalau kewenangan dikembalikan ke pusat adalah penanganan program KB dan kependudukan akan serempak dan menyeluruh.
Sedangkan dampak negatif, pemerintah harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membangun infrastruktur penunjang serta merekrut tenaga baru.
"Karena belum tentu pemerintah daerah mau menyerahkan kembali aset yang sudah diserahkan baik fisik maupun pegawai," ujar Hardiyanto.
T011/