Jakarta (Antara Kalbar) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap tempat produksi dan gudang obat tradisional ilegal senilai Rp1,768 miliar di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
"Produk-produk yang disita itu telah masuk daftar 'public warning' jadi harusnya tidak lagi diproduksi dan dijual di pasaran," kata Kepala BPOM Lucky S Slamet usai peluncuran Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GN WOMI) di Jakarta, Jumat.
Pada 19 September 2012 lalu BPOM telah mengeluarkan 'public warning' tentang Hasil Pengawasan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat dan menindaklanjuti hal tersebut, BPOM beserta Balai/Balai Besar POM diseluruh Indonesia melakukan monitoring dan penelusuran ke sentra-sentra peredaran obat tradisional ilegal.
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dan Direktorat Inspeksi dan Sertifikat Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM serta Balai Besar POM di Surabaya kemudian melakukan pengawasan dengan seksama alamat di Jl. Eyang Mengundirjo, Desa Karang Lo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo tersebut yang masih memproduksi dan mengedarkan obat tradisional ilegal di sarana ilegal dalam jumlah yang besar.
"Tanggal 5 Februari lalu maka kita memasuki tempat produksi dan gudang ilegal tersebut untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti untuk tindak lanjut proses 'pro justitia' (proses hukum)," ujar Lucky.
Hasil penggeledahan menemukan adanya barang bukti berupa produk obat tradisional yang telah dilarang beredar dan masuk daftar 'public warning' karena mengandung bahan kimia obat serta obat tradisional lain yang tidak terdaftar karena tidak mencantumkan nomor izin edar atau mencantumkan nomor izin edar fiktif.
Nama produk obat tradisional ilegal itu diumumkan BPOM yaitu Jamu Ramuan Jawa Asli Pegel Linu Neo Herbal Akar Dewa Rasa Manis dan Rasa Pahit, Jamu Jawa Asli Encok Linu Cap Widoro Putih dan Jamu Cap Akar Dewa.
Jumlah produk yang ditemukan kurang lebih 283.760 botol dengan nilai ditaksir mencapai Rp1,768 miliar.
"Kasus ini merupakan tindak pidana yang melanggar pasal 197 UU Kesehatan No.39/2009 dengan ancaman pidana 15 tahun dan denda Rp1,5 miliar," kata Lucky yang menambahkan BPOM akan menindaklanjuti kasus tersebut hingga tuntas.
(A. Novarina/M. Yusuf)