Pontianak (Antara Kalbar) - Bunga Mei Hwa selalu muncul di lokasi-lokasi keramaian, tempat ibadah klenteng dan rumah-rumah warga Tionghoa ketika merayakan tahun bari China, Imlek. Tidak hanya di tanah lelulurnya Tiongkok, namun di rumah warga Tionghoa di Kalbar, bunga Mei menjadi pajangan rumah, selain lampion dan pernak-pernik Imlek lainnya.
Walau bunga Mei Hwa yang ada di Indonesia pada umumnya terbuat dari plastik, namun keberadaannya menambah kemeriahan menyambut tahun baru.
Bunga yang menampakkan kemekaran warna merah muda itu asal muasalnya dari Tiongkok, dan memang selalu tumbuh berkembang menyambut musim semi, yang merupakan awal tahun baru China.
Pada musim semi hanya pohon Mei yang bisa memekarkan bunganya, yang sangat kontras dengan hamparan salju putih yang membeku. Karena itu bunga Mei melambangkan kegembiraan menyambut datangnya musim semi dan semangat baru bagi warga Tionghoa.
"Bungai Mei Hwa mampu berkembang di segala musim, atau bisa hidup di empat musim, yakni musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi," kata Sekretaris Majelis Adat Budaya Tionghoa Kalimantan Barat, Andreas Acui Simanjaya.
Mekarnya bunga Mei Hwa di alam sebagai pertanda datangnya musim semi. Sosok bunga sejenis Sakura ini memang indah, unik, dan khas, sehingga banyak warga Tionghoa yang memanfaatkan bunga itu untuk aksesoris Imlek guna memperindah rumahnya saat menyambut Imlek.
Kebiasaan itu, kemudian berkembang menjadi tradisi di masyarakat Tionghoa, yang menggunakan bunga ini sebagai hiasan di rumah ketika Imlek tiba.
"Hadirnya bunga Mei Hwa bersama aksesoris Imlek lainnya seperti lampion (lampu warna merah) yang berbentuk bulat, serta ada juga yang berbentuk buah nenas warna merah, serta jeruk Mandarin memang berhasil menghidupkan nuansa Imlek sehingga terkesan suasana yang sejuk, nyaman. dan indah," ujar Acui.
Meskipun, tidak ada makna spiritual dalam kehadiran bunga Mei Hwa, tetapi menjadi aksesoris yang tidak pernah dilupakan untuk di pajang dalam setiap rumah warga Tionghoa dalam merayakan Imlek.
Bunga Mei Hwa saat ini sudah mendunia sebagai aksesoris Imlek tertutama setelah adanya industri yang menciptakan bunga Mei Hwa artifisialsial dari berbagai bahan terutama plastik, yang banyak diimpor dari China.
Sementara itu, Penulis Buku Aneka Budaya Tionghoa Kalimantan Barat, Lie Sau Fat alias XF Asali mengatakan, masyarakat Tiongkok setiap pergantian tahun penanggalan Imlek selalu merayakan festival musim semi atau Chun Ciek. Selama musim dingin masyarakat Tiongkok zaman dahulu mengisi waktu dengan berkumpul di rumah sambil menghangatkan diri di dekat tungku perapian.
Sehingga begitu musim dingin berakhir dengan datangnya musim semi telah memberikan harapan baru bagi para petani, sehingga masyarakat Tiongkok menyambutnya dengan perayaan dengan bertamu ke tempat sanak-keluarga. Serta menghiasi rumah dengan warga dengan perna-pernik warna merah, membunyikan mercon atau petasan yang menurut tradisi agar terhindar dari malapetaka.
Kembali lagi ke bungan Mei Hwa, sebagian besar warga Tionghoa meyakini bahwa pohon Mei Hwa, yakni tumbuhan yang bisa mendatangkan harapan dan rezeki bagi siapa saja yang memajangnya pada saat perayaan Imlek berlangsung.
Warga Tionghoa menyebut Mei Hwa sebagai bunga keberuntungan, Mei Hwa sendiri berarti "Mei" itu "Cantik", dan "Hwa" itu artinya "Bunga", yang bisa diartikan bunga yang cantik.
Bungai Mei Hwa dipercaya sebagai bunga yang mendatangkan kemujuran dan keberuntungan bagi siapa saja yang memajangnya saat perayaan Imlek.
Gugurnya bunga-bunga dan dedaunan Mei Hwa menandakan musim semi di daratan China telah tiba, yang disambut dengan kegembiraan, semangat baru, harapan baru, kehidupan baru, serta keberuntungan yang baru, tidak terkecuali warga Tionghoa di Kalbar.
Selamat Tahun Baru Imlek, Gong Xi Fa Cai.
(U.A057/Z004)