Jakarta (Antara Kalbar) - Perkara memilih pemimpin negeri bukan sesederhana mengambil kucing di dalam karung.
Boleh jadi hanya lima menit waktu yang diperlukan untuk menyalurkan hak pilih di dalam bilik suara namun konsekuensi pilihan yang harus ditanggung adalah hingga lima tahun ke depan.
Pemilih pemula yang berusia 17 sampai dengan 21 tahun misalnya, menjadi segmen strategis untuk dicerdaskan sekaligus mencerdaskan diri sebelum mereka memilih calon pemimpin negeri.
Sebab menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, diperkirakan pemilih dalam segmen ini jumlahnya mencapai 20 persen dari keseluruhan jumlah pemilih di tanah air.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Freddy H Tulung mengatakan pemilih pemula memiliki peran strategis mengingat jumlahnya yang cukup besar.
"Karena itu, dirasa perlu memberi bekal pengetahuan yang cukup tentang bagaimana memilih secara cerdas terhadap wakil rakyat dan presiden dalam pemilu 2014," katanya.
Freddy Tulung menyarankan, bila hendak menjadi pemilih pemula yang cerdas, maka seseorang perlu mengamati jejak rekam calon wakil rakyat dan presiden.
Menurut dia, pemilih pemula yang cerdas cenderung tidak terbujuk rayu dengan politik uang.
"Tidak kalah pentingnya, dengan mengidentifikasi pikiran, sikap, dan tindakan yang cerdas bagi pemilih pemula, maka kita sejak awal hendak mengajak pemilih pemula ikut serta menentukan arah pemerintahan mendatang yang lebih baik," kaya Freddy.
Kenali Program
Pengamat politik UGM, Dr. Abdul Gaffar Karim, mengingatkan agar masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dan menjadi pemilih cerdas dalam pemilu.
"Hal terpenting yakni dengan mengetahui partai dan caleg serta program berikut visi misi yang akan dipilih berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan semata hati nurani yang hanya berdasarkan feeling seperti membuat secangkir kopi, berapa takaran sendok gula dan kopinya," kata Gaffar Karim.
Menurut staf pengajar Fisipol UGM ini, untuk memilih calon pemimpin negeri harus betul-betul berdasarkan atas visi, misi, dan program yang jelas.
Para calon itulah yang nantinya akan menjadi wakil masyarakat di legislatif dan menentukan masa depan masyarakat dalam lima tahun ke depan.
Menurut dia, menjadi pemilih cerdas sangat penting dalam pemilu karena banyaknya caleg dan partai yang berkompetisi.
"Kita dapat mengetahui visi dan misi calon peserta pemilu lewat kampanye maupun pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh calon. Pemilih juga harus cerdas dengan program yang ditawarkan oleh calon peserta pemilu," katanya.
Sebab kesalahan menilai program-program yang dipaparkan akan menimbulkan kesalahan dalam menentukan pilihan.
Kesalahan menentukan pilihan berakibat terpilihnya wakil rakyat dan pemimpin negara yang tidak tepat.
Selain itu mengenali rekam jejak calon pemimpin juga sangat penting meliputi riwayat pendidikan, pekerjaan, hingga aktifitas dalam masyarakat untuk memperoleh gambaran kiprah mereka dalam bermasyarakat.
Selanjutnya sebagai pemilih yang cerdas maka seseorang perlu untuk terus memantau calon wakil rakyat dan pemimpin yang masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT) yang dikeluarkan oleh KPU.
Rasional memilih
Menjadi cerdas bukan berarti terjebak dalam utopia yang mengambang namun seseorang harus rasional, sama halnya ketika menentukan pilihan.
Dalam kaitannya dengan Pemilu, rasional maksudnya apakah calon yang dipilih benar-benar menawarkan program yang sesuai dengan kebutuhan serta merupakan sosok yang mampu mewujudkan program tersebut.
Sarah, seorang siswi SMA Swasta di Bogor, mengatakan untuk menjadi pemilih pemula yang cerdas hendaknya tahu bagaimana memilih calon pemimpin yang cerdas.
"Yaitu dengan berupaya mendapatkan informasi mengenai calon tersebut. Bukan cuma janji-janjinya saja yang kita mau, tapi karakter pemimpin itu pun perlu diketahui. Jadi, kita tahu alasan kenapa kita memilih calon tersebut. Dan tidak masa bodoh terhadap ketidaktahuan atau asal pilih, karena tidak mengenal dan hanya mengikuti referensi orangtua," katanya.
Hal serupa disampaikan Andhika yang bersekolah di SMA swasta di Jakarta.
"Bagaimana memilih dari sekian banyak calon, ya telusuri dulu dong misi dan program-program ke depan yang akan mereka lakukan. Pasang mata dan telinga kalau mereka kampanye. Kita juga perlu tahu latar belakang hidupnya, 'fales' gak yaa? Baru deh kita coblos dengan mantap," katanya.
Generasi muda dan masyarakat pada umumnya bisa menggunakan media sebagai sarana komunikasi dalam berkampanye.
Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, ada enam jenis media yang digunakan sebagai sarana komunikasi dalam berkampanye yakti media tradisional, media tatap muka, media online, media penyiaran, media luar ruang, dan media cetak.
Melalui media tersebut, maka pemilih berkesempatan untuk mencatat janji para calon pemimpin negeri tersebut.
Namun tetap saja calon pemilih harus waspada menjelang kampanye sebab tidak sedikit cara-cara tak etis dilakukan oleh oknum atau tim sukses calon pemimpin/calon legislatif yang tidak bertanggung jawab, misalnya, menghasut dan mengadu domba untuk mengubah pilihan yang ada.
Fadly siswa SMU Negeri 1 Bogor mengatakan sudah waktunya generasi muda membangun pola pikir yang baik secara subyektif dan obyektif.
"Bagi saya pribadi, kampanye lebih menekankan pada banyak goal. Supaya kita jangan golput, hendaknya kita juga membekali diri dengan informasi, diskusi ringan antara teman, dan perlu orang luar sebagai sumber informasi," katanya.
Soal kampanye Rahmat siswa SMU Negeri 1 Bogor juga berkomentar serupa.
"Apa yang kami butuhkan adalah bagaimana cara memilih, dan sosialisasi dari KPU itu sendiri. Mengetahui praktek kampanye yang benar dan sesuai dengan aturan sangat diperlukan," katanya.
Pada akhirnya suara generasi muda sama pentingnya dengan masyarakat dewasa, keterlibatan mereka dalam politik adalah sumbangsih terbaik untuk negeri sehingga mencerdaskan mereka menjadi pemilih yang baik adalah suatu keharusan.
Artikel - Cerdaskan Diri Sebelum Pilih Calon Pemimpin Negeri
Minggu, 2 Juni 2013 12:15 WIB