"Laporan mengenai uang palsu tidak tinggi, dalam sebulan paling-paling ada 20 lembar dan umumnya juga di daerah," katanya saat menerima audiensi pengurus Jurnalis Perempuan Khatulistiwa di Pontianak, Selasa.
Ia mengatakan penyebaran uang palsu di Kalbar masih relatif kecil karena daerah tersebut bukan tempat memproduksi uang palsu, tetapi menjadi tempat penyebaran uang palsu, namun uang palsu yang ditemukan itu umumnya diperoleh dari daerah.
"Banyak yang didapat di daerah, karena masyarakat yang kurang tahu," kata dia lagi.
Uang palsu yang ditemukan itu lembaran Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Masyarakat kebanyakan tidak mengetahui itu, padahal itu sangat berbahaya. Jika ada pedagang yang mendapatkan atau ditipu dengan uang palsu lembaran Rp100 ribu, maka pedagang itu bisa tidak makan dalam dua hari karena nilai uangnya yang lumayan besar.
"BI keras terhadap kondisi itu. BI memberikan edukasi kepada masyarakat dan membuka kas keliling," katanya.
Dengan adanya kas keliling, ia mengatakan, masyarakat diberi tahu mengenai ciri-ciri uang asli dan uang palsu dan masyarakat dapat menukarkan uang yang sudah lusuh menjadi lembaran yang masih baru.
Edukasi ke masyarakat itu, menurut dia, rutin dilakukan ke kabupaten/kota dan ke lima daerah perbatasan di Kalbar. "Tiap bulan tim dari kami rutin ke perbatasan, ada yang ke Entikong (Sanggau) dan Aruk (Sambas)," kata Hilman Tisnawan.
Selain itu dalam waktu dekat pihak BI Kalbar akan melakukan sosialisasi kepada ibu-ibu mengenai ciri-ciri uang asli. Upaya itu dilakukan untuk membantu para ibu mengenal bentuk dan karakteristik uang asli sehingga tidak mudah terkena tipu.
(N005)