Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat meminta pengkajian ulang terhadap usulan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Makanan Halal yang menjadi hak inisiasif DPRD setempat.
"Ada beberapa aspek, di antaranya yuridis dan sosiologis. Kalau kita soroti dari sisi yuridis, kita melihat tidak ada aturan yang lebih tinggi diatasnya," kata Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya, setelah rapat paripurna di Gedung DPRD Provinsi Kalbar di Pontianak, Senin.
Menurut dia, supaya ketika Perda sudah ditetapkan, namun kemudian dibatalkan karena tidak ada dasar yuridis yang kuat. "Nanti sudah capek-capet dibuat, malah dibatalkan," kata dia.
Ia melanjutkan, saat ini Komisi VIII juga tengah membahas UU tentang Jaminan Produk Halal.
Namun, Pemprov Kalbar sesungguhnya menyambut baik pengajuan raperda tersebut oleh kalangan legislatif. "Raperda tersebut sebagai bentuk kepedulian legislatif terhadap kualitas kehidupan masyarakat Kalbar," ucapnya.
Sebagai respon terhadap pengajuan raperda tersebut, Pemprov pun bertemu dengan satuan kerja perangkat daerah di lingkungannya serta pihak terkait seperti MUI, BBPOM, dan Kementerian Agama Kalbar.
Ia menjelaskan, selama ini makanan halal diatur diantaranya dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 18 Tahun Tahun 2008 tentang Pangan. Namun, tidak mengatur aspek kehalalan secara spesifik.
Ketua Badan Legislasi DPRD Provinsi Kalbar, Syarif Izhar Assyuri mengatakan, permintaan untuk mengkaji bukan berarti raperda inisiatif itu ditolak. "Kita tunggu selanjutnya seperti apa," kata Syarif Izhar, dari Fraksi PAN itu.
Alasan lain karena masalah kehalalan merupakan urusan keagamaan sehingga yang berwenangan adalah pemerintah pusat. "Ini yang coba kita diskusikan, apakah ini lebih ke masalah keagamaan atau bukan," tutur Syarif Izhar.
Ia mengakui, selama ini tidak ada aturan langsung yang mengatur tentang makanan halal melainkan UU terkait, misalnya, perlindungan konsumen, kesehatan hewan, serta pangan.
"Yang penting kita lihat sebuah produk dari kacamata halal, juga dari segi yuridis," kata dia.
Fraksi PAN DPRD Kalbar termasuk yang mendukung usul perda inisiatif tentang makanan halal. Menurut Ketua Fraksi PAN Ikhwani A Rahim, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menjamin kebebasan warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing.
"Setiap pemeluk agama diharapkan dapat mengembangkan jiwa toleransi dan menghormati hak-hak pemeluk agama yang berbeda," ujar dia.
Begitu pula, lanjut dia, hak untuk mengonsumsi produk makanan yang halal sebagaimana yang diatur di dalam syariat.
"Kewajiban pemerintah dan negara agar pemeluk agama mendapat dan mengonsumsi produk makanan dan minuman yang halal," kata dia.
Provinsi Kalbar, ujar dia, berbatasan langsung dengan negara tetangga sekaligus menjadi pintu masuk produk luar negeri.
Selain itu, di Kalbar sendiri juga memiliki aneka produk makanan minuman yang dikelola masyarakat. "Untuk menjamin kehalalannya, diperlukan payung hukum guna melindungi masyarakat," tukas Ikhwani yang juga Ketua DPW PAN Kalbar itu.
Ia menambahkan, pemberian label halal pada produk-produk masyarakat sangat penting selain menjamin hak-hak pemeluk agama, juga membantu masyarakat dalam mengembangkan usaha yang dilakukan. Pemberian label halal di produk yang dikonsumsi oleh masyarakat diharapkan pula menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah bagi Kalbar.