Jakarta (Antara Kalbar) - Anggota keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia 1997-1998 menyesalkan pernyataan Mantan Komandan Jenderal Kopassus Prabowo Subianto di Majalah Tempo yang mengklaim tidak terlibat dalam penghilangan paksa dan kerusuhan besar pada kurun waktu tersebut.
Nuryanti Darwin (65), ibunda dari salah seorang korban kerusuhan Mei 1998, di Jakarta, Kamis, mengatakan pernyataan Prabowo menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus atau komandan militer yang secara efektif memiliki kontrol kendali saat itu.
"Miris sekali membaca pernyataan Prabowo, luka kehilangan anak pertama yang terus selalu berusaha ditutupi sekarang terbuka lagi," ujar Ibu yang aktif mengikuti aksi "Kamisan" di depan Istana Merdeka ini.
Pernyataan Prabowo tersebut dikemukakan pada saat wawancara dengan Majalah Tempo yang pemberitannya dimuat pekan lalu.
Dia menceritakan bahwa anaknya, yang bernama Eten Karyana, merupakan salah satu korban pembakaran di Klender, Jakarta Barat pada kerusuhan Mei 1998 lalu.
"Anak saya terbakar bersama 400 orang lainnya di Klender. Hingga sekarang tidak ada pengusutan jelas dari pemerintah mengenai kasus kerusuhan itu," ujarnya.
Nuryanti mengatakan, sebagai anak tunggal dan sarjana dari perguruan tinggi terbaik di negeri ini, anaknya merupakan tulang punggung keluarga.
"Hingga kini, tidak ada bantuan dari pemerintah, pernyataan Prabowo yang merasa tidak bertanggung jawab sungguh membuat saya miris," ucapnya, lirih.
Selain Nuryanti, Ayah dari mahasiswa korban penculikan pada 1998 Paiaan Siahaan juga menyatakan kekecewaannya dengan pernyataan Prabowo di Majalah Tempo tersebut.
Paiaan mengatakan, sungguh tidak arif jika Prabowo, yang menjadi Danjen Kopassus, mengatakan dirinya tidak terlibat dalam penculikkan para aktivis 1997-1998.
"Padahal, Pengadilan terhadap Tim Mawar (tim yang diduga terlibat dalam penghilangan paksa) dan Dewan Kehormatan Militer sudah membuktikan Prabowo bersalah dan dia akhirnya dipecat," ujarnya.
Menurut Paiaan, Prabowo tidak dapat lepas dari tanggung jawab, walaupun dia hanya menjalankan tugas dari atasannya saat itu.
Paiaan mengatakan anaknya yang bernama Ucok Munandar Siahaan, mahasiswa STIE Perbanas saat itu, merupakan salah satu dari 13 aktivis mahasiswa yang masih hilang hingga saat ini.
Menurut Paiaan, di Majalah Tempo, Prabowo hanya mengatakan dirinya bertanggung jawab terhadap sembilan aktivis yang diculik pada saat itu, dan semua aktivis tersebut sudah dikembalikan.
"Itu tidak mungkin, sembilan dan 13 orang aktivis itu merupakan kesatuan, Prabowo juga seharusnya tahu dengan 13 orang yang masih hilang," ujarnya.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekereasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan sebagai Danjen Kopassus saat itu, Prabowo merupakan petinggi militer yang memiliki tanggung jawab komando kepada anak buahnya.
Kontras menyatakan hal tersebut ditegaskan dalam pasal 42 ayat 1 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM bahwa Komandan Militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pindana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM.
Daryono beberapa kali mangkir dari panggilan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi untuk menjadi saksi dalam sidang terbuka dugaan pelanggaran kode etik atas Akil beberapa waktu lalu. Namun selanjutnya dia memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi atas Akil.
Keluarga Korban HAM 1997-1998 Sesalkan Pernyataan Prabowo
Kamis, 7 November 2013 22:10 WIB