Jakarta (Antara Kalbar) - Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Abdillah Toha mengakui banyak tokoh dan pemilih partainya yang kecewa dengan keputusan politik Ketua Umum PAN Hatta Rajasa yang maju bersama dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2014.
Alasannya, karena sejak awal PAN didirikan adalah agar punya partai inklusif yang tidak punya kaitan masa lalu.
"Namun sekarang mendukung Prabowo yang asalnya dari Orde Baru. Tentu ini banyak yang kecewa karena PAN sebagai partai reformasi justru mendukung dan bekerja sama dengan figur yang punya kaitan erat dengan Orde Baru," kata Abdillah Toha, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu.
Karena kekecewaan itulah, kata dia, hal wajar ketika beberapa tokoh yang punya irisan dengan kultur politik PAN justru mengarahkan dukungannya ke Joko Widodo (Jokowi).
Bagi Abdillah sendiri, pilihan ke Jokowi adalah pertimbangan sederhana mengingat kebutuhan pemimpin haruslah dikaitkan dengan figur baik, jujur, dan jelas pengabdiannya.
"Sederhana saja. Saya lebih percaya Jokowi, orang baik, tidak ada beban masa lalu, sudah terbukti jujur, dan bersih. Sementara lawannya kan masih kontroversial," ujarnya.
Indonesia perlu dipimpin orang yang bersih. Lihat saja pemerintah sekarang, yang tidak ada keseriusan dalam pemberantasan korupsi, kata Abdillah.
Ia menambahkan, dukungan resmi PAN kepada pasangan Prabowo-Hatta belum tentu didukung secara solid konstituen PAN. Terlebih, memang banyak juga yang kecewa karena menganggap figur Prabowo masih kontroversial dan melekat sebagai Orde Baru.
Demikian juga pemilih dari kalangan Muhammadiyah yang selama ini menjadi basis suara PAN. Menurut dia, pemilih Muhammadiyah cair sehingga tidak ada calon yang bisa menjamin akan mendapatkan suara solid dari pemilih Muhammadiyah.
Sebelumnya, mantan Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir juga sudah mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan Jokowi-JK. Soetrisno Bachir menilai pasangan Jokowi-JK cukup merakyat sehingga diharapkan bisa memimpin Indonesia ke depan.
"Waktu saya keliling ke Samarinda hingga pelosok bawah, masyarakat Bugis mengelu-elukan Jokowi yang orang Jawa, di Papua juga begitu," ujar Soetrisno.