Jakarta (Antara Kalbar) - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, mengatakan intelijen Polri tidak maksimal mengantisipasi radikalisme sehingga dua penyerangan di Sleman bisa terjadi.
"Polri memiliki intelijen dan bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat atau babinkamtibmas hingga tingkat kecamatan. Namun, intelijen dan babinkamtibmas itu seperti antara ada dan tiada," kata Neta S Pane dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut Neta, aktivitas ibadah di rumah tidak bisa dihindari. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah menyatakan rumah dapat digunakan sebagai tempat ibadah keluarga.
"Selama ini umat Muslim juga menjadikan rumah sebagai tempat ibadah, pengajian, zikir dan kegiatan majelis taklim lainnya dan tidak ada masalah," katanya.
Neta mengatakan seharusnya intelijen dan babinkamtibmas polri bisa mengantisipasi dan mengetahui potensi radikalisme yang ada di wilayahnya masing-masing.
Khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Neta mengatakan ada beberapa tokoh radikal eks kerusuhan Poso yang saat ini tinggal di wilayah tersebut.
"Lima hari terakhir kami melakukan investigasi di Yogyakarta. Banyak tokoh radikal eks kerusuhan Poso yang bebas berkeliaran dan tidak terdeteksi. Selain peran intelijen dan babinkamtibmas, perlu juga kepedulian dari Kapolsek, Kapolda hingga Kapolri," tuturnya.
Terkait pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Sutarman yang mengimbau agar rumah tidak digunakan sebagai tempat ibadah dengan alasan sulit diawasi, Neta mengatakan pernyataan itu tidak salah tetapi kurang tepat.
"Pernyataan itu sebenarnya tidak salah, tetapi tidak tepat dikatakan oleh Kapolri. Seharusnya polisi tidak mengurusi agama dan peribadatan, tetapi fokus mengungkap kasus penyerangan di Sleman," kata Neta S Pane dihubungi di Jakarta, Kamis.
Neta mengatakan pernyataan Kapolri itu patut disayangkan karena kinerja polisi dalam menangani kasus itu dinilai tidak maksimal. Dari dua penyerangan yang terjadi di Sleman, baru satu orang yang ditangkap, sementara delapan lainnya terkesan dibiarkan.
Padahal, berdasarkan investigasi IPW di Sleman, intelijen Polri sudah bisa mendeteksi di mana delapan orang lainnya itu berada. Neta mengatakan mereka bersembunyi di lokasi yang berjarak hanya dua kilometer dari lokasi penyerangan pertama.
(D018/Yuniardi)
Intelijen Polri Tak Maksimal Antisipadi Radikalisme
Kamis, 5 Juni 2014 17:11 WIB