Jakarta (Antara Kalbar) - Pada Sabtu (31/8) kemarin, Wakil Presiden Boediono beserta Ibu Herawati Boediono menghadiri Peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-69 MPR RI di Gedung Merdeka Bandung, Jawa Barat.
Dalam sambutannya, wapres mengingatkan seluruh masyarakat khususnya peserta yang hadir tentang masa-masa penting dalam sejarah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut dia, kilas balik amat penting untuk menyegarkan kembali ingatan masyarakat kepada para pendiri bangsa, tokoh yang membidani kelahiran Republik Indonesia.
"Pada peringatan hari konstitusi, kita patut kilas balik pada tahun 1945, khususnya lima bulan menjelang proklamasi," katanya.
Dia mengatakan bahwa lima bulan menjelang proklamasi adalah masa paling bersejarah bagi Republik Indonesia.
"Lima bulan itu merupakan masa paling produktif sepanjang sejarah bangsa. Lima bulan itu kita ditempa dasar-dasar eksistensi republik," katanya.
Bahkan menurut wapres, pada masa yang terbilang singkat itu, para pemimpin pada saat itu mampu menghasilkan mahakarya.
"Mereka dapat menghasilkan karya luar biasa dalam tempo yang begitu singkat, mulai dari bentuk negara, dasar negara dan merumuskannya secara jelas," katanya.
Dia juga merunut, pada 1 Maret 1945, Jepang menyetujui pembentukan sebuah badan yang bertugas mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia.
"Pemimpin kita tidak melewatkan kesempatan emas, 29 April 1945 terbentuklah Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)," katanya.
Badan ini memiliki 60 anggota terdiri atas tokoh-tokoh pergerakan yang berasal dari seluruh penjuru Tanah Air dan diketuai Dr Radjiman Wedyodiningrat.
"Pada 28 Mei dikukuhkan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, pada saat itulah dilanjutkan sidang pertama BPUPKI yang berjalan antara 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945," katanya.
Dalam rapat itu, kata dia, sangat cepat diputuskan bentuk negara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selanjutnya, pembahasan mengenai dasar Negara yang melibatkan Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
"Pancasila dilahirkan, meskipun dalam bentuk konsep besar," kata Wapres.
Untuk mematangkan konsep dasar yang lebih tepat dan detil, tambah dia, maka dibentuklah Panitia Sembilan yang diketuai Soekarno dan wakilnya M Hatta. Mereka melakukan kerja maraton. Pada 22 Juni 1945, mereka berhasil melahirkan Piagam Jakarta sebagai hasil sementara atau interim.
Piagam Jakarta
ikutip dari Wikipedia, Piagam Jakarta adalah dokumen historis berupa kompromi antara pihak Islam dan pihak kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara. Disebut juga "Jakarta Charter"
Para anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengemukakan dasar negara merdeka dalam sidang pertama BPUPKI. Dari pendapat yang berkembang di antara Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, akhirnya disepakati bahwa dasar negara Indonesia terdiri dari lima unsur dengan nama Pancasila. Dalam pidatonya 1 Juni 1945, Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno (penggali), dengan rumusan sebagai berikut:
Kebangsaan Indonesia;
Internasionalisme atau Perikemanusiaan;
Mufakat atau Demokrasi;
Kesejahteraan Sosial;
Ketuhanan yang berkebudayaan.
Karena adanya rumusan yang berbeda di antara para anggota, maka dipandang perlu untuk membentuk panitia kecil yang bertugas membahas usul-usul yang diajukan oleh para anggota, baik itu usul secara lisan maupun tertulis. Panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI pada 1 Juni 1945 dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan. Panitia Sembilan ini adalah panitia yang beranggotakan sembilan orang yang bertugas untuk merumuskan dasar negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945. Adapun anggota Panitia Sembilan adalah sebagai berikut:
Ir. Soekarno (ketua)
Drs. Moh. Hatta (wakil ketua
Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
Mr. Muhammad Yamin (anggota)
KH. Wachid Hasyim (anggota)
Abdul Kahar Muzakir (anggota)
Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
H. Agus Salim (anggota)
Mr. A.A. Maramis (anggota)
Panitai Sembilan pimpinan Ir. Soekarno pada 22 Juni 1945 telah menghasilkan "Piagam Jakarta" atau Jakarta Charter yang di dalamnya tercantum rumusan Dasar Negara, yaitu:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selanjutnya, Panitia Sembilan mengajukan Piagam Jakarta pada sidang kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang berlangsung pada 14-16 Juli 1945, dan diterima dengan baik. Isi dari Piagam Jakarta di atas, kelak menjadi Pancasila dengan kalimat pada butir pertama yang diubah dalam perumusan Pancasila. Kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" berubah menjadi "Yang Maha Esa".
Wapres Boediono mengatakan, pada rapat kedua BPUPKI yang berlangsung 7 Juli hingga 14 Juli 1945 dibentuklah panitia perancang Undang-Undang Dasar 1945 yang diketuai Soekarno dan membentuk panitia kerja yang diketuai Soepomo.
Menurut Boediono, 14 Juli mereka melaporkan ke sidang pleno. Merela melaporkan pembukaan (preambule) UUD 1945 dalam beberapa format.
Kemudian 7 Agustus 1945 tugas BPUPKI berakhir dan dilanjutkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI mempunyai 21 orang anggota dan Ir Soekarno ketuanya.
Mengingat Sejarah
Sementara itu, Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR) RI Sidarto Danusubroto mengatakan, peringatan Hari Konstitusi dimaksudkan untuk mengingat sejarah terbentuknya negara Republik Indonesia.
"Sebagai bangsa yang besar kita tidak boleh melupakan sejarah," katanya.
Sidarto mengatakan, Hari Konstitusi yang diperingati setiap tanggal 18 Agustus juga dimaksudkan untuk membangun kesadaran berkonstitusi.
"Selain itu untuk meningkatkan kualitas hidup berbangsa bernegara ke arah lebih baik," katanya.
Sebagai bangsa yang besar, kata dia, hutang sejarah selalu memiliki makna filosofis yang tinggi.
Ketua MPR juga mengingatkan bahwa UUD 45 yang digunakan saat ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari UUD 45 yang dilahirkan 18 Agustus 1945. Hari lahir UUD 1945 ini ditetapkan sebagai Hari Konstitusi.
"Pada hari konstitusi, bangsa Indonesia sedang belajar dan mengiktiarkan esensi daripada sejarahnya, bangsa Indonesia memiliki para pendiri bangsa yang telah meneladankan pemikiran, perbuatan dan perjuangan untuk bangsa dan negaranya," katanya.