Sekadau (Antara Kalbar) - Seorang penderita tumor parotis yang tumbuh di bagian leher, persis di bawah telinga sebelah kanan, warga Mungguk, Kecamatan Sekadau Hilir, Sekadau, memerlukan dana untuk membiayai operasi.
Sujinem (57), warga Gang Kerama, RT. 16/RW. 04, Jalan Sekadau-Sintang, Desa Mungguk, Kecamatan Sekadau Hilir tak kuasa menahan sakit yang sewaktu-waktu menyerang tubuhnya. Penyakit itu sudah dideritanya sejak setahun terakhir.
"Awalnya tumbuh benjolan kecil di dalam telinga saya, tapi benjolan itu hilang, dan beberapa saat kemudian muncul benjolan kecil di leher, persis di bawah telinga saya," katanya sata ditemui Senin.
Meski sudah cukup lama menderita tumor, namun Sujinem awalnya tetap berusaha tegar dan memaksa beraktivitas seperti biasa, saya bersama suami, Wanijo atau biasa dipanggil Mbah Kadir.
"Sehari-harinya kami bekerja menggarap tanah orang untuk dijadikan kebun sayur-sayuran yang lokasinya tak jauh dari rumah," kata Sujinem di kediamannya.
Dia menuturkan, sejak sebulan terakhir, tumor di lehernya kian membesar. Hingga kemarin, diameter tumor tersebut diperkirakan sudah lebih dari 6 sentimeter. Tumor itu juga mengeluarkan darah dan nanah. Untuk menghentikan pendarahan yang keluar, terpaksa harus menempelnya dengan dedaunan.
Dua hari lalu, kondisi Sujinem bahkan sempat drop lantaran demam. Saat itu, hanya bisa berbaring lemah di rumah. Keluarga sudah tak berusaha melakukan pengobatan. Tanggal 22 September lalu, pernah dibawa berobat ke RSUD Sekadau tanpa biaya, dengan berbekal kartu BPJS. Namun karena keterbatasan, dokter yang menangani meminta dirujuk ke RSUD dr Soedarso di Pontianak.
"Keesokan harinya, saya pun dibawa ke Pontianak," lanjutnya di kediamannya yang berukuran tak lebih 5 X 6 Meter yang masih berlantaikan tanah.
Lagi menurut dia, dokter yang menangani di RSUD dr Soedarso Pontianak pun angkat tangan.
Setelah dirawat hampir satu minggu, dokter di Pontianak meminta pihak keluarga untuk merujuk Sujinem ke Jakarta.
Dokter di Pontianak bilang, tumornya sudah menjalar ke syaraf mata, telinga, bahkan syaraf nadi. Mereka tidak berani ambil risiko melakukan operasi. Kalau dipaksakan, bisa menyebabkan kematian.
"Lantaran keterbatasan dana untuk ke Jakarta, saya dan keluarga pun memutuskan untuk kembali ke Sekadau. Sekarang saya hanya bisa pasrah, dan berharap pemerintah atau ada donator yang mau membantu," katanya dengan nada sedih.
(Gan/N005)