Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengingatkan ancaman pidana bagi pelaku atau pihak terkait manipulasi data kependudukan sesuai perubahan Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan.
"Ada yang harus diperhatikan agar tidak dilakukan," kata Kepala Biro Kependudukan dan Catatan Sipil Setda Kalbar Sopiandi saat dihubungi di Pontianak, Kamis.
Undang-Undang tersebut disahkan oleh DPR RI pada 26 November 2013 dan mempunyai daya laku dan daya ikat sejak diundangkan pada tanggal 24 Desember 2014.
Ia melanjutkan, adanya perubahan UU dimaksud diharapkan dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak administrasi kependudukan kepada penduduk dalam pelayanan publik serta memberikan perlindungan yang berkenaan dengan penerbitan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan diskriminatif.
Ia menjelaskan, ada beberapa perubahan mendasar yang ditetapkan dalam UU No 24 Tahun 2013. Diantaranya masa berlaku KTP-EL yang semula 5 (lima) tahun menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan elemen data pada KTP.
Ia menambahkan, penerbitan Akta Pencatatan Sipil yang semula dilaksanakan di tempat kejadian peristiwa diubah menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.
Lalu, pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya atau gratis terkecuali bagi penduduk yang melampaui batas waktu pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting sepanjang diatur dalam peraturan daerah dikenakan sanksi adminstrasi (tidak gratis).
Kemudian, ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp75 juta bagi setiap orang yang memerintahkan dan/atau menfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk.
Ancaman penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta juga diberikan kepada setiap pejabat dan petugas catatan sipil yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan.
"Serta ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar bagi setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan," katanya menegaskan.
***1***
T011