Pontianak (Antara Kalbar) - Penasihat Hukum korban KDRT FFT (11), Bambang Sridadi mendesak majelis hakim Pengadilan Negeri Pontianak menahan terdakwa atau pelaku KDRT Lily Susanti (ibu kandung korban), karena pelaku sudah masuk DPO kepolisian.
"Mestinya terdakwa dilakukan penahanan, karena statusnya DPO oleh penyidik Kepolisian Resort Kota Pontianak, yang sempat menghilang selama dua tahun lebih, sejak mencuatnya kasus KDRT yang dilakukan terdakwa pada anaknya," kata Bambang Sridadi di Pontianak, Rabu.
Bambang menyesalkan, kenapa status terdakwa kini menjadi tahanan kota atau rumah, padahal statusnya sempat DPO.
"Yang anehnya lagi pasal yang dimunculkan JPU, saat ini hanya pasal KDRT, UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), sementara pasal tentang perlindungan anak menurut UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dihilangkan. Ada apa dengan JPU sehingga dihilangkannya pasal tentang perlindungan anak tersebut," katanya setengah bertanya.
Dia menuding ada rekayasa kasus dalam hal ini. "Kami sudah melayangkan surat kepada Kapolda Kalbar, Polresta, Kejati, Kejari Pontianak terkait adanya penghilangan pasal tentang perlindungan anak, karena terdakwa sudah jelas melakukan kekerasan terhadap anak," ujarnya.
Sementara itu, Saksi Ali Sabudin (ayah kandung korban) dalam keterangannya di PN Pontianak membenarkan terdakwa Lily Susanti telah melakukan kekerasan terhadap anaknya FFT (11) dan Er (abang korban) dengan memukulkan ikat pinggang ke tubuh anaknya.
"Kejadiannya tanggal 3 Februari 2012, pada saat pulang sekolah, kedua anak saya disuruh mandi oleh ibunya. Entah kenapa FFT dan Er dipukul menggunakan ikat pinggang, malah akibat pemukulan itu FFT sampai pingsan, saat itu saya sedang baring di kamar, mendengar itu saya bergegas mendatangi anak saya ternyata pukulan pertama terdakwa kenang batang kemaluan, pukulan kedua kena bijinya, dampaknya sering sewaktu itu, FFT sering sakit perut," ungkapnya.
Yang paling fatal lagi, menurut Ali, kemaluan anaknya kini menjadi memadat tidak mau keluar.
Sementara itu, korban KDRT FFT menyatakan sewaktu dipukul pertama dia sudah bilang kepada ibunya, bahwa mengenai kelamin, tetapi bukannya berhenti, malah dipukul lagi mengenai biji kemaluannya.
"Saya dan saudara sering dipukul mama, tetapi ini yang paling parah. Saya minta mama dihukum seberat-beratnya, karena sudah membuat saya cacat," ujarnya.
Dalam keterangannya, Lily Susanti membantah keterangan suaminya dan anaknya. Saya memang memukul anak saya, tetapi bukan menggunakan ikat pinggang dan tidak memukul bagian yang sensitif. Saya seorang ibu, yang telah mengandung, melahirkan dan menyusui anak-anak saya, sehingga tidak mungkin memukul di bagian yang berbahaya," ungkapnya.
JPU Kejati Kalbar TH Silalahi menyatakan akan ada dua orang saksi lagi yang dihadirkan pada persidangan, Rabu (17/12), yakni abang korban Er dan nenek korban. Setelah keterangan dari saksi-saksi sudah lengkap baru pihaknya mengambil kesimpulan.
Sementara, alasan terdakwa tidak dilakukan penahanan, karena terdakwa dianggap kooperatif, dan memang dari penyidik juga tidak dilakukan penahanan. "Sekarang sudah menjadi kewenangan majelis hakim, apakah terdakwa perlu dilakukan penahanan atau tidak. Sementara ancaman hukuman bagi terdakwa melanggar UU KDRT," ujarnya.
(U.A057/B/N005/N005) 10-12-2014 15:03:49
Penasihat Hukum Desak Hakim Tahan Terdakwa KDRT
Rabu, 10 Desember 2014 15:03 WIB