Pontianak (Antara Kalbar) - Koordinator Wisma Sirih Pontianak Hermia Fardin menyatakan sejak didirikan tahun 2002 hingga sekarang Wisma Sirih sudah merehabilitasi sekitar 850 orang pecandu narkoba.
"Wisma Sirih kami bangun berawal dari keprihatinan terhadap para pecandu narkoba, baik pecandu maupun keluarganya yang menginginkan anak, saudara dan anggota keluarganya bebas dari jeratan barang haram itu," kata Hermia Fardin di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan sejak berdirinya Wisma Sirih 2002 hingga sekarang sudah sebanyak 850 pecandu yang direhabilitasi. "Dari jumlah itu, yang benar-benar sembuh sekitar 30 persen, sisanya 20 persen ada yang meninggal, pindah rumah, dan sekitar 50 persen lagi mengalami gangguan kejiwaan, dan tidak bisa hidup dengan normal," katanya.
Menurut Hermia, Wisma Sirih berdiri sejak tahun 2002, yang dia gagas bersama teman-temannya, beserta Dr Benny Ardil yang sewaktu itu menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Jiwa Sungai Bangkong Pontianak.
"Secara resmi Wisma Sirih mulai beroperasi Januari 2003, awalnya hanya mengontrak di sebuah rumah milik warga yang juga peduli terhadap para pecandu narkoba. Berawal dari itulah, kami mulai merawat teman-teman pecandu narkoba sehingga pelan-pelan meninggalkan barang haram tersebut," katanya.
Sejak didirikan hingga sekarang, para pecandu yang dirawat di Wisma Sirih hampir tidak pernah kosong, dari sekitar 20 kamar yang dimilikinya.
"Sekarang saja ada sekitar 16 pecandu yang kami rawat, yang semuanya laki-laki. Khusus pecandu wanita harus dirawat di luar, karena perawatan pecandu tidak bisa digabungkan antara laki-laki dan wanita," ujarnya.
Menurut dia tren para pecandu narkoba ada perubahan, yakni mulai 2002 hingga 2006 rata-rata yang dilakukan rehabilitasi para pengguna narkoba jenis putaw, kemudian 2006 ke atas hingga sekarang rata-rata pecandu narkoba jenis sabu-sabu dan ekstasi.
"Kalau bicara masalah tingkat kerusakan kesehatan akibat menggunakan narkoba, keduanya sama-sama memiliki dampak kerusakan yang sangat parah bagi kesehatan penggunanya, bahkan mengakibatkan penggunanya menjadi gila seumur hidup, membawa kematian, dan hingga bisa terinfeksi penyakit HIV/AIDS," ungkapnya.
Bayangkan saja, menurut dia betapa buruknya dampak penggunaan atau penyimpangan narkoba. "Kalau aparat hukum kita ada yang menggunakan narkoba, betapa besarnya dampaknya terhadap masyarakat, karena aparat hukum itu sudah mengalami sakit jiwa," kata Hermia.
Kebanyakan dari 850 pecandu yang pernah dirawat di Wisma Sirih adalah anak muda. Sekarang trennya narkoba masuk kepada kalangan pekerja yang motivasi awalnya mulai dari pertemanan, pergaulan, bekerja di luar batas seperti lembur yang salah memilih, dengan memilih narkoba sebagai pemacu dia agar tambah giat bekerja.
Rehabilitasi
Koordinator Wisma Sirih itu menyatakan tahapan bagi pecandu narkoba yang dilakukan rehabilitasi mulai dari mulai dari tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi) tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokter yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita.
Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya gejala putus zat, dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna mendeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut.
Kemudian tahap rehabilitasi nonmedis, tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Tahap bina lanjut (after care), tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.
Untuk setiap tahap rehabilitasi diperlukan pengawasan dan evaluasi secara terus menerus terhadap proses pemulihan seorang pecandu. "Paling tidak untuk memulihkan seseorang dari kecanduan narkoba, sekitar tujuh bulan, dengan biaya per bulannya kalau di rehabilitasi sekitar Rp3 jutaan/bulan," ujarnya.
Pengalaman menarik dalam hal mengurus para pecandu menurut dia, harus dilakukan secara "enjoy", apalagi dirinya juga pernah menjadi pecandu narkoba sehingga bisa mengetahui latar belakang kenapa seseorang hingga terjerumus ke barang haram tersebut.
"Merehabilitasi para pecandu narkoba tidak bisa hanya mengandalkan teori-teori yang instan saja, tetapi butuh pengalaman juga, terutama di bidang sosial," katanya.
Dalam kesempatan itu, dia berharap pemerintah mendukung penuh dalam hal melakukan rehabilitasi, dan memahami bagaimana, bagaimana tantangan bagi orang yang bekerja di sebuah tempat rehabilitasi pecandu narkoba, sehingga akan memberikan dukungan penuh dalam hal ini.
"Kalau pemerintah sudah memahami dan mengerti, maka anggaran yang dikucurkan tidak terbuang percuma dalam hal melakukan rehabilitasi kepada pecandu narkoba," kata Hermia.
Hermia mengimbau kepada masyarakat agar jangan sekali-kali mencoba yang namanya narkoba, karena sekali saja mencoba sudah terbuka lebar untuk menjadi pecandu. Sementara bagi masyarakat yang anak-anaknya yang kecanduan narkoba, dan perilaku anak-anaknya sudah berubah, maka secepatnya dibawa ke Wisma Sirih untuk dilakukan pemeriksaan apakah anak tersebut perlu dilakukan rehabilitasi atau tidak.
"Kami berharap, Pemprov Kalbar juga menambah kapasitas tampung tempat rehabilitasi Wisma Sirih, dari 20 kamar menjadi 50 kamar misalnya, sehingga banyak teman-teman atau anak-anak kita yang perlu dilakukan perawatan bisa direhabilitasi di sini," kata Hermia.
(U.A057/B/N005/N005) 22-01-2015 17:03:42