Pontianak (Antara Kalbar) - Saksi Syarifah Linda, bendahara PHBI Kota Pontianak tahun 2006, mengakui pihaknya tidak menerima penuh dana bantuan sosial tahun 2006-2008 seperti yang tertulis pada kuitansi.
"Saya sewaktu tahun 2006, hanya menerima uang sebesar Rp105 juta dari kuitansi yang saya tandatangani sebesar Rp230 juta," kata Syarifah Linda saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan proposal yang diajukan PHBI tahun 2006 sebesar Rp230 juta, dan dicairkan semuanya, tetapi yang dia terima hanya Rp105 juta.
"Ketika saya tanyakan langsung kepada Bendahara Bagian Umum Kota Pontianak, Didik, hanya diam saja. Ketika saya laporkan kepada Ketua PHBI Iskandar Zulkarnaen, hanya menyuruh terima saja dulu," ujar Linda menirukan jawaban atasannya.
Kemudian, tahun 2007, dirinya kembali menerima uang dari bansos Rp100 juta untuk kegiatan PHBI tahun 2007. "Tetapi uang tersebut diserahkan langsung oleh Ketua PHBI Kota Pontianak tahun 2007, Iskandar Zulkarnaen, dan saya tidak mengetahui jumlah sebenarnya bantuan dari bansos tersebut," kata Linda.
Kemudian, saksi mantan anggota DPRD (periode 2004-2009) dan juga mantan wakil wali Kota Pontianak (periode 2009-20014) Paryadi dalam keterangnnya menyatakan lembaga masyarakat Madura tahun 2006 yang dikoordinatorinya mendapat bantuan dari bansos Rp50 juta atau dirinya menerima penuh, tetapi dirinya tidak ikut menandatangi kuitansi pencairan bansos tersebut.
Dalam keterangannya, Paryadi membantah pihaknya kembali menerima bantuan dari bansos tahun 2007 sebesar Rp45 juta.
Sementara, keterangan saksi Harianto sebagai staf pengajar Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak mengakui telah mengajukan proposal 2007 kepada Pemkot Pontianak dan mendapat bantuan berupa fasilitas menginap selama dua malam untuk 13 kamar di sebuah hotel untuk sebuah rapat kerja, tetapi dirinya tidak mengetahui besaran bantuan yang diberikan.
Kemudian mantan Kepala Bagian Umum Pemkot Pontianak Lazuardi menyatakan tidak mengetahui kalau ada kekurangan pembayaran oleh pihak bendahara bagian umum, karena selama itu, memang tidak pernah mendapat laporan atau pengaduan dari pihak penerima bansos.
"Proposal memang masuk kepada saya, tetapi yang ngeluarkan uang bantuan bansos adalah bendahara, sementara persetujuan besarannya bantuan proposal atas persetujuan wali Kota Pontianak," katanya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Kejati Kalbar, Gandi Wijaya menyatakan, pihaknya menghadirkan empat saksi untuk terdakwa Buchary Abdurrachman dan Hasan Rusbini.
"Keempat saksi itu, tiga di antaranya penerima bansos, dan satu lagi kabag umum Pemkot Pontianak sewaktu itu. Tetapi saksi mengakui antara jumlah bansos yang diterima dengan kuitansi yang ditandatangni berbeda, atau bantuan lebih sedikit dari yang tertera di kuitansi," katanya.
Sidang Tipikor tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Sugeng Warnanto, dengan hakim anggota Yamto Suseno dan Sastra Rasa, dan dari JPU Kejati Kalbar Gandi Wijaya, Bondan Pekshajandu, Rudi Astanto dan TB Silalahi.
Sebelumnya, Gandi menjelaskan tindakan penyalahgunaan wewenang tersebut telah menguntungkan terdakwa Buchary Abdurrahman sebesar Rp2,34 miliar lebih, dan menguntungkan Hasan Rusbini Rp5,86 miliar lebih, serta ketua, Wakil ketua dan anggota DPRD Kota Pontianak, sebesar Rp2,430 miliar.
Terdakwa Buchary Abdurrachman mengembalikan uang senilai Rp100 juta ke Kejati Kalbar, Senin, 15 Desember 2014, perihal kasus korupsi Bantuan Sosial Pemerintah Kota Pontianak.
Sebelumnya, terdakwa Buchary juga mengembalikan uang senilai Rp2,34 miliar, dalam lima kali tahapan. Tahapan itu dilakukan sejak Mei 2014, sesaat setelah dirinya dan Hasan Rusbini ditetapkan sebagai tersangka.
Pengembalian pertama senilai Rp500 juta, kemudian pengembalian kedua Rp500 juta, selanjutnya Rp450 juta, serta Rp793 juta.
Kedua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi bansos tersebut didampingi dengan penasihat hukum yang berbeda, terdakwa Buchary Abdurrachman didampingi oleh Slamet Raharjo, sementara Hasan Rusbini didampingi pengacara kondang, Tamsyil Syukur.