Oleh Rendra Oxtora
Pontianak, 23/3 (Antara) - Forum Mediasi Indonesia menggelar diskusi terfokus untuk mencegah menyebar luasnya paham ISIS dan menolak paham radikalisme serta terorisme di tengah masyarakat Kalbar.
"Kegiatan ini sengaja kami gelar untuk mengetahui posisi Kalbar dari bahaya radikalisme dan kekerasan dalam rangka memberikan motivasi kepada pemuda dan masyarakat bahwa Kalbar menolak radikalisme dan kekerasan dengan mewaspadai keinginan untuk negara lain," kata Ketua Forum Mediasi Indonesia, Zulfydar Zaidar Mochtar usai diskusi terfokus dengan tema "Kalbar Tolak Faham Radikalisme dan Kekerasan ISIS", di Pontianak, Senin.
Menurutnya, saat ini ISIS sudah melakukan perang besar di wilayah Arab, perang dengan tindakan kekerasan dan menyebarluaskannya untuk dipertontonkan. Terkait hal itu, menurut NU dan Muhammadiyah, ISIS sangat menyesatkan dimana makna jihad Islam yang sebenarnya Rahmatan Lil Alamin, menjadi alat untuk menyebarluaskan syahwat perang.
Nyata ISIS sudah merekrut orang Indonesia dengan pola sebaran video, berbaur dengan masyarakat dan toko muda potensial melalui kegiatan umroh gratis atau memanfaatkan orang Indonesia yang lemah.
"Jadi kalau kita melihat dari nilai-nilai pancasila adalah paham kekerasan, liberalisme, sosialisme atau konsep negara keagamaan. Paham yang ada di Pancasila tidak perlu diragukan lagi karena Pancasila sudah mencakup paham dan konsep kenegaraan yang tidak ada duanya di negara manapun dan harusnya kita memperkuat negara kita sendiri," tuturnya.
Dia mengharapkan, dengan adanya kegiatan diskusi terfokus tersebut bisa memberikan informasi lebih jauh kepada pemuda dan organisasi kepemudaan lainnya yang ada di Kalbar akan bahayanya paham ISIS.
"Seperti yang diberitakan oleh media baru-baru ini, dimana ada pemuda Kalbar yang sudah bergabung dengan ISIS, ini tentu menjadi perhatian besar bagi kita. Dan untuk melakukan pencegahan agar paham ini menyebar lebih luas lagi di tengah masyarakat, kita perlu memberikan pemahaman yang benar-benar nyata terkait gerakan ISIS tersebut," tuturnya.
Di tempat yang sama, Pengamat Sosial Kalbar, Jumadi PhD mengatakan gerakan radikalisme seperti ISIS, sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja. Tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan tersebut.
"Beberapa faktor yang mengakibatkan paham radikalisme ini muncul di antaranya adalah kapitalisme global dan problem kemiskinan, pemahaman agama dan emosi keagamaan, faktor ideologi anti westernisme dan kebijakan pemerintah. Padahal, perlu diketahui bahwa gerakan radikalisme agama ini bagaikan musuh dalam selimut, karena membahayakan kehidupan berbangsa dan Islam itu sendiri," katanya.
Dia menjelaskan, bagi Islam sendiri, itu berarti penyempitan pemahaman akan Islam. Pemahaman berbeda terhadap ideologi tertentu akan dianggap menyimpang dari islam dan harus dibungkam.
"Untuk mewujudkan kesamaan persepsi dalam menangkal pengaruh paham radikalisme dan kekerasan ISIS, maka perlu langkah-langkah yang strategis dan sinergis. Dalam jangka pendek, pemerintah perlu tegas secara terbuka mengeluarkan pernyataan secara resmi untuk menolak dan perang melawan segala bentuk ancaman terorisme," katanya.
Selain itu, pemerintah bersama komponen masyarakat lainnya secara konstitusi melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia dan pemerintah mesti membangun paham keagamaan yang lebih pluralis dan inklusif dan memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui sekolah.
"Dalam jangka panjang, pemerintah perlu melakukan pengawasan, meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan serta meminimalisir faktor-faktor korelatif yang menjadi penyebab tumbuh kembangnya evolusi paham dan gerakan radikalisme agama di Indonesia," kata Jumadi.
(KR-RDO/N005)