Di Kota Mempawah, kini ada satu lokasi wisata baru yang mulai dikenali masyarakat luas. Namanya Mempawah Mangrove Park (MMP). Letaknya bersebelahan dengan Taman Makam Pahlawan Putra Bangsa.
Pada Selasa (23/8) lalu, MMP diresmikan oleh Wakil Bupati Mempawah Gusti Ramlana. Turut hadir di antaranya Kepala Perwakilan Bank Indonesia Dwi Suslamanto, Direktur Program Yayasan Kehati Teguh Triono, perwakilan dari WWF Indonesia, rombongan Forum Jurnalis Ekonomi Khatulistiwa (Fojekha) serta pejabat terkait.
Suasana peresmian terbilang sederhana. Sehelai karpet dibentangkan di depan Taman Makam Pahlawan Putra Bangsa. Backdrop berupa baliho tentang MMP. Undangan cukup dinaungi tenda berukuran 20 meter x lima meter.
Semula, kawasan yang kini menjadi MMP hanyalah pantai berlumpur. Kondisi pantai seperti ini banyak terdapat di pesisir Kalbar, termasuklah Kabupaten Mempawah. Pantai yang terkena abrasi karena kuatnya hempasan gelombang dari Selat Karimata dan Laut Cina Selatan.
Nama Raja Fajar Azansyah tidak dapat terlepas dari keberadaan MMP. Hampir lima tahun silam, tepatnya 14 Desember 2011, ia dan dua temannya membentuk Mempawah Mangrove Conservation (MMC).
Pada awal berdiri, cemoohan dan pandangan negatif terhadap Fajar, sapaan akrabnya, datang silih berganti. Bahkan apa yang dikelolanya di pantai berlumpur tersebut dianggap kegiatan yang tidak bermanfaat.
Namun ia bergeming. Ia tetap yakin dengan apa yang dikerjakan bersama teman-temannya. Seolah menegasi bahwa apa yang ia kerjakan dalam rangka melestarikan lingkungan. Lambat laun, dengan dibantu beberapa pihak dan komunitas peduli lingkungan di Kalbar, pelan tapi pasti konservasi magrove di kawasan itu berjalan baik. Kini, tidak hanya ia yang menikmati hasil usahanya itu.
Sebelum diresmikan, soft opening dimulai pada tanggal 6 Agustus. Berdasarkan catatan MMP, sejak soft opening hingga peresmian, sudah ada kisaran 2.218 yang berkunjung. Dengan asumsi satu orang membawa Rp10 ribu saja, sudah Rp20 juta yang beredar di MMP.
Saat ini, masuk ke MMP tidak lagi gratis. Bagi kalangan umum, harus membayar Rp5 ribu dan mahasiswa, pelajar, membayar Rp3 ribu.
Fasilitas MMP
Memasuki kawasan MMP, seolah membawa kita ke sisi lain pantai di Mempawah. Deretan mangrove tumbuh subur dan menahan lumpur di sekitarnya. Ada jembatan kayu yang dibuat untuk menyusuri kawasan MMP. Lebarnya sekitar satu meter dengan panjang lintasan sekitar 300 meter. Luas keseluruhan dari areal MMP sekitar dua hektare.
Di dalam area MMP, sejumlah fasilitas yang dapat dinikmati seperti jika pengunjung membawa anak - anak disediakan playground. Selain itu terdapat toilet dan 8 unit kano.
Selain menikmati suasana dan segarnya udara di MMP, pengunjung disajikan juga pemandangan laut yang menakjubkan. Garis pantai daerah mangrove tersebut berhadapan dengan sebuah Pulau Kabung, menambah suasana lebih menarik. Bahkan ketika sore hari dari dermaga yang tersedia, pengunjung bisa menikmati sunset.
Di media sosial, sudah banyak yang menampilkan keindahan MMP melalui foto.
Gusti Ramlana mengaku bangga dengan keteguhan, kepedulian serta kerja keras Fajar dan rekan-rekannya. Selain melestarikan lingkungan, keberadaan MMP juga sangat membantu pemerintah dalam pengembangan wisata di Mempawah.
Terlebih lagi MMP berada di perlintasan utama dari Pontianak menuju kota-kota lain di kawasan pesisir pantai Kalbar ke arah utara.
Gusti Ramlana menyadari, meski SDM di Mempawah cukup baik dan sensitif terhadap lingkungan, namun masih sedikit yang seperti MMP. Ia pun menegaskan akan mendukung kegiatan di kawasan itu. Seperti meminta instansi terkait agar membuat regulasi atau kebijakan yang dapat membantu mengemas ekowisata supaya menjadi lebih baik lagi.
Keberadaan MMP diyakini akan memberi dampak ikutan lainnya bagi Mempawah.
Peran Bank Indonesia
Harus diketahui, fungsi dari Bank Indonesia tidak sekedar berkutat di masalah moneter. Kepala Perwakilan BI Kalbar, Dwi Suslamanto menegaskan kepeduliannya terhadap pengembangan sektor wisata. Satu di antarannya melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) adalah untuk MMP. Di MMP, BI menyalurkan bantuan kepada pengelola sebesar Rp100 juta.
Menurut dia, di era ekonomi makro yang memberi banyak ketidakpastian, pengembangan sektor ekowisata seperti yang dilakukan MMP menjadi satu di antara solusi tepat untuk pengembangan ekonomi di Kalbar. Khususnya di Kabupaten Mempawah.
Ia menambahkan, sudah saatnya era komoditas ditinggalkan mengingat berbagai keterbatasan. Terlebih lagi, Kalbar telah merasakan sendiri dalam beberapa tahun ini di saat harga komoditas jatuh. Berbeda dengan pengembangan sektor pariwisata, keberlangsungannya terus ada dan akan memberikan dampak yang luas bagi sektor lainnya.
Efek berganda dari pariwisata berdasarkan pengembangan daerah, sangat banyak. Ia mencontohkan, dengan adanya pariwisata transaksi akan ada, UMKM tumbuh, lapangan kerja terbuka, sektor perdagangan bergeliat dan lainnya.
Perjuangan Fajar dan rekan-rekannya tentu saja belum berakhir. Peresmian MMP akan menjadi babak baru keberadaan mereka. Bukan tidak mungkin MMP akan seterkenal taman serupa di Jakarta atau Bali.
Tantangan dalam pengelolaannya akan semakin besar. Fajar berharap, kerja keras mereka juga perlu didukung regulasi atas perlindungan hutan mangrove yang ada. Baik melalui Perda, Perbup atau Perdes agar apa saat ini yang sudah tertanam dan hijau terus lestari dan memberikan 1.001 manfaat bagi masyarakat luas. Mangrove untuk kesejahteraan.
Pantai Berlumpur Yang Kini Hijau Dan Lestari
Senin, 29 Agustus 2016 10:57 WIB