Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bakal memperkuat tiga pilar utama dalam program pembangunan hijau (green growth) yang ramah lingkungan dengan berbasis komoditas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan defortasi.
"Hal ini sudah kita sampaikan langsung pada pertemuan COP 22 UNFCC di Marracesh, Maroko, belum lama ini," kata Gubernur Kalimantan Barat Cornelis di Pontianak, Jumat.
Dia menyebutkan tiga pilar utama yang dimaksud, pertama memperkuat kesatuan pengelolaan hutan, mengendalikan penggunaan ruang, dan tata kelola izin.
Pilar kedua, katanya, membangun kemitraan dengan pihak swasta untuk memastikan rantai pasok komoditas diproduksi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Ia mengatakan pilar ketiga menjamin pembangunan rendah emisi yang inklusif dengan keterlibatan aktif masyarakat adat dan petani kecil.
"Ketiga pilar tersebut menjadi panduan kami dalam mewujudkan upaya pembangunan hijau yang sudah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir melalui kerja sama berbagai pihak," tuturnya.
Sebagai contoh, katanya, untuk pilar pertama, sejak 2010 telah terbangun dan mulai beroperasi lima KPH di lima kabupaten, yaitu Kapuas Hulu, Sintang, Ketapang, Melawi, dan Kubu Raya.
Namun demikian, perlu mengintegrasikan semua upaya yang telah dilakukan dan membangun sinergi antarsemua pihak di tingkat provinsi.
Sebagai salah satu anggota dari Governor`s Climate and Forests Task Force, Cornelis menegaskan dirinya terus meningkatkan kerja sama dengan kepolisian, TNI, perusahaan, masyarakat, dan mitra lain yang serius dalam menangani kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang telah menjadi masalah tahunan.
"Serta untuk mengatasi permasalahan tersebut secara permanen, kami memperbaiki kondisi hutan dan lahan gambut," katanya.
Selain itu, Pemprov Kalbar telah membentuk tim restorasi gambut provinsi dalam mendukung kerja Badan Restorasi Gambut dengan tugas utamanya melakukan restorasi gambut dengan "rewetting", revegestasi, dan revitalisasi ekonomi.
Ia mengatakan Kalbar sudah memiliki "baseline" yang kuat. Forest Reference Emission Level (FREL) sudah disusun di tingkat nasional.
"Di tingkat subnasional kami Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah menyusun dokumen tingkat rujukan emisi hutan (FREL) untuk Kalimantan Barat yang melibatkan semua pihak," kata Cornelis.
Dirinya mengharapkan, ke depan, setiap negara maju dapat bergotong royong bersama pihaknya untuk melindungi hutan tropis dalam rangka memerangi perubahan iklim dan menyejahterakan masyarakat sekitar di dalam hutan tersebut.
Berkaitan dengan pendanaan, Pemprov Kalbar juga sedang serius menjajaki tiga opsi struktur atau mekanisme penerimaan dan penyaluran pendanaan untuk bantuan dari pihak luar, seperti donor internasional, di mana tiga opsi tersebut melalui tiga pemerintah daerah, bank daerah, dan organisasi independen.
Selain itu, pihaknya sedang mempelajari peluang investasi yang inovatif dan ramah lingkungan, seperti swasta, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat, universitas, dan lembaga donor.
Dalam sambutannya, Cornelis menjelaskan FREL yang disusun adalah mengacu pada FREL nasional dengan diasistensi oleh Ditken PPI KLHK.
Keterlibatan semua pihak, menurutnya, menjadi penting berkenaan dengan kemitraan swasta untuk menjamin rantai pasok yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat dan petani kecil, setidaknya Kalimantan Barat sudah memiliki beberapa contoh.
"Salah satunya adalah kami bekerja sama dengan Yayasan Belantara untuk mengembangkan kemiri sunan sebagai sumber penghidupan alternatif masyarakat hutan yang juga dapat membantu penghijauan kembali lahan hutan kritis," katanya.
Pihaknya juga bekerja sama dengan Grup Asia Pulp and Paper dalam menerapkan sistem pertanian dan kehutanan yang terintegrasi (IFFS). Dengan memanfaatkan hal tersebut, pihaknya menargetkan 1,6 juta hektare.
"Dalam mendukung komitmennya kami telah membentuk pokja tentang perhutanan sosial. Kita bekerja sama dengan berbagai mitra, seperti Sampan, FFI , GIZ, WWF, IJREDD+ Project, PRCF Indonesia, dan lainnya," katanya.
(U.KR-RDO/M029)