Semarang (Antara Kalbar) - Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) meminta Pemerintah tetap bijak dan selektif soal pemblokiran situs.
"Jangan sampai nanti malah terkesan represif," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Persadha melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Kamis.
Apalagi, lanjut Prartama, untuk memblokir sebuah situs, terutama portal berita misalnya, perlu melibatkan Dewan Pers, kecuali bila situs tersebut memang tidak jelas kepemilikan dan keberadaannya.
Relatif banyaknya berita "hoax" di media sosial, menurut dia, membuat Presiden RI Joko Widodo bergerak cepat dengan menggulirkan program literasi positif di awal tahun ini.
Tidak hanya itu, Pemerintah lewat Kemenkominfo secara aktif juga melakukan blokir terhadap portal berita yang meresahkan.
Kominfo sendiri menjelaskan bahwa pemblokiran berasal dari usulan Polri maupun Badan Intelijen Negara (BIN), terutama situs yang mengarahkan masyarakat pada tindakan terorisme.
Kominfo juga membuka akses "trust" positif, sebuah mekanisme pelaporan yang masyarakat bisa melakukannya secara langsung.
"Hal itu tentu baik. Akan tetapi, masyarakat harus tetap mendapatkan penjelasan yang proporsional dan jelas," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Di satu sisi, pakar keamanan siber itu menyambut baik upaya Pemerintah dalam meminimalkan tersebarnya konten negatif. Namun, di sisi lain, dia juga menekankan keterbukaan Kominfo dalam merilis prosedur dan alasan pemblokiran sebuah situs.
Menurut Pratama, cukup riskan bila blokir-blokir tersebut tidak disertai hak dari para pemiliknya untuk dimintai penjelasan. Hal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
(TZ.D007/Mahmudah)
Pemerintah Diminta Selektif Soal Pembelokiran Situs
Kamis, 5 Januari 2017 12:52 WIB