Pontianak (Antara Kalbar) - Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, mencatat dalam dua tahun terakhir, yakni 2015 hingga 2016, tercatat sebanyak tujuh balita meninggal karena kasus gizi buruk di kota itu.
"Terdata tahun 2015, tiga orang anak meninggal, dan tahun 2016 empat orang balita yang meninggal karena kasus gizi buruk," kata Kadinkes Kota Pontianak Sidiq Handanu di Pontianak, Rabu.
Ia menjelaskan, di tahun 2010, terdata sebanyak 30 kasus, kemudian tahun 2011 meningkat menjadi 41 kasus, sementara pada tahun 2012 kembali lagi meningkatkan menjadi 52 kasus gizi buruk.
"Untuk rentang antara tahun 2013 hingga tahun 2016 dilihat dari data, kasusnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 sebanyak 43 kasus, tahun 2014 sebanyak 29 kasus, tahun 2015 sebanyak 27 kasus,� dan tahun 2016 sebanyak 27 kasus gizi buruk," ungkapnya.
Menurut dia, jika dilihat dari geografis, Kecamatan Pontianak Timur dan Pontianak Utara masih menjadi kecamatan yang paling dominan penyumbang jumlah kasus gizi buruk terbanyak dibanding empat kecamatan lainnya di Pontianak.
Ia menambahkan, masalah gizi buruk bukan semata tanggung jawab dari Dinas Kesehatan,� namun semua lintas sektoral juga wajib konsen akan masalah tersebut. Karena masalah gizi, kompleks mulai dari ketersediaan pangan, perilaku� masyarakat, kemampuan ekonomi,dan lain-lain.
"Tetapi kami tetap konsen terhadap kasus tersebut, dengan secara rutin terus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar mau memeriksakan anaknya kepada Posyandu, guna memantau tumbuh kembang anak mereka," katanya.
Menurut dia, di sektor kesehatan pihaknya, ibarat "penjaga gawang" artinya pihaknya secara rutin melakukan penimbangan setiap bulannya,� kemudian masyarakat itu diimbau melakukan penimbangan anaknya ke Posyandu setiap bulan. "Kalau ditemukan kasus, jangankan kasus gizi buruk, gizi kurang saja, harus segera waspada jangan sampai anak itu masuk kepada kategori gizi buruk," katanya.
Sementara, jika ditemukan kasus gizi buruk, maka pihaknya tetap memberikan makanan tambahan, bahkan kalau memang harus mendapatkn perawatan, maka langsung ditangani di pusat pelayanan gizi buruk, serta ditangani oleh dokter spesialis anak.
"Yang kami harapkan dalam hal ini, adalah kepedulian orangtua dan masyarakat, yakni dengan secara cepat melaporkan kalau ada menemukan anak gizi buruk agar cepat dilakukan penanganan," katanya.
Dalam kesempatan itu, Kadinkes Kota Pontianak menambahkan, sebagai besar kasus gizi buruk yang ada di Kota Pontianak, disebabkan oleh perilaku asuh,� dan penyakit bawaan, bukan semata karena kekurangan asupan makanan saja.
"Ada beberapa kasus yang memang dari kekurangan asupan makanan, tapi masalahnya bukan dari ekonomi keluarga, melainkan lebih ke arah perilaku," katanya.
Karena, banyak para orangtua yang sibuk bekerja di luar, sehingga anak mereka diasuh oleh neneknya, atau bahkan pembantu, yang terkadang kurang memahami akan asupan gizi yang baik untuk anak, katanya.
Oleh karena itu, Sidiq mengimbau kepada masyarakat agar setiap bulan membawa anak ke Posyandu terdekat, agar bisa memantau tumbuh kembang anak, jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan sulit untuk memantau pertumbuhan anak.
"Karena kesehatan itu mengenal seribu hari kehidupan. Seribu hari kehidupan merupakan pintu gerbang emas untuk menentukan kualitas SDM, sejak hamil sampai anak itu berusia dua tahun, masa itulah yang harus dijaga betul gizinya," ujarnya.
(U.A057/T013)