Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Ditjen Kesmas Kemenkes) menyatakan Indonesia mengalami status gizi buruk yang memperbanyak jumlah penderita anemia (kurang sel darah merah) sehingga berakibat pada pertumbuhan dan produktivitas anak yang tidak optimal.
"Salah satu masalah gizi di Indonesia adalah kekurangan gizi mikro, seperti mineral dan vitamin. Inilah yang membuat angka penderita anemia tinggi karena sel darah merah dibentuk oleh berbagai zat makanan, termasuk gizi mikro," kata Dirjen Kesmas Kemenkes Maria Endang Sumiwi di Jakarta, Selasa.
Ia menuturkan hasil survei pada 2018 menemukan satu dari empat anak berusia 5 sampai 14 tahun mengalami anemia, sedangkan satu dari tiga anak berusia 15 sampai 24 tahun menderita anemia.
Dengan kondisi yang demikian, status anemia di Indonesia berada di atas 20 persen sehingga membutuhkan intervensi, seperti pemberian tablet tambah darah yang harus diminum minimal seminggu sekali. Tablet tambah darah ini diberikan dalam setiap penyuluhan.
Pemberian tablet itu perlu sebab sel darah merah bertugas membawa zat gizi ke seluruh sel-sel tubuh sehingga kekurangan sel darah merah akan menyebabkan individu kekurangan gizi dan berakibat pada pertumbuhan yang tidak optimal atau stunting.
Baca juga: Karolin sosialisasikan makanan bergizi di Desa Dange Aji
Baca juga: Karolin sosialisasikan makanan bergizi di Desa Dange Aji
Bukan hanya itu, intervensi dalam bentuk pemberian tablet juga dirasa perlu sebab sel darah merah membawa oksigen yang mempengaruhi kinerja otak sehingga kekurangan sel darah merah tentu menurunkan produktivitas otak yang terlihat lewat penurunan konsentrasi dan daya tahan tubuh anak.
Selain kekurangan gizi mikro, pada kesempatan yang sama, Maria juga menyebutkan kurang gizi atau gizi buruk dan kelebihan gizi atau kegemukan menjadi dua masalah lain seputar gizi yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Kelebihan gizi ini juga terjadi karena masyarakat hari ini, termasuk anak dan remaja lebih banyak melakukan aktivitas yang sifatnya sedentary (tidak banyak bergerak), seperti duduk, menonton, ataupun tiduran," ujar Maria.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi adanya sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak termasuk lembaga atau komunitas dakwah untuk mengintervensi percepatan penurunan prevalensi stunting di Indonesia.
Baca juga: Penanganan stunting merupakan program strategis Tim Penggerak PKK