Pontianak (Antara Kalbar) -Perempuan ternyata juga memiliki peran penting pada proses produksi pertanian atau bercocok tanam, dan itu masih berlangsung hingga kini, termasuk di Kalimantan Barat dalam sejarah peradaban manusia.
Peran penting itu di antaranya menerapkan cara-cara baru dalam bercocok tanam. Seperti yang kini dilakukan perempuan petani di Kalbar. Mereka mencoba menerapkan teknik atau metode Hazton yang baru ditemukan pada tahun 2012.
Metode Hazton ditemukan oleh mantan Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kalbar, Hazairin dan seorang stafnya Anton Kamaruddin.
Metode bertani ini dengan menggunakan jumlah bibit lebih banyak dari biasanya atau cara bertani konvensional. Jika biasanya para petani menggunakan tiga-lima bibit, maka dalam metode Hazton, yang digunakan sebanyak 20-30 bibit dalam satu lubang tanam. Tujuannya untuk menghasilkan indukan yang produktif.
Metode ini ditemukan pada tahun 2012, saat Hazairin masih menjabat sebagai kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kalbar.
Ia melakukan serangkaian penelitian dan uji coba untuk menemukan teknologi ini dengan harapan ke depannya dapat dipraktikkan guna meningkatkan produksi pertanian tanaman padi di Kalbar.
Hazairin dalam melakukan penelitian dibantu Anton Kamarudin. Setelah berbulan-bulan meneliti, ditemukan metode tersebut. Metode atau teknik yang menekankan pada perlakuan terhadap bibit itu disebut Metode Hazton yang diambil dari kata "Hazairin dan Anton".
Setelah penemuan metode tersebut, sosialisasi kemudian dilakukan di banyak tempat dan media massa (baik cetak maupun online). Metode tersebut diuji coba bukan hanya di wilayah Kalbar, tetapi juga hingga ke luar provinsi.
Sementara untuk wilayah Kalbar sendiri, hingga kini juga masih tahap uji coba. Pemerintah Kalbar menyiapkan lahan puluhan ribu hektare untuk penerapan teknologi ini.
Teknik bertani ini diakui para petani berbeda dengan cara-cara konvensional yang hingga kini masih dipraktikkan mereka. Dengan cara konvensional, biasanya petani cukup sekali memberi pupuk misalnya saat awal tanam, dan membiarkan padi mereka tumbuh hingga menjelang musim panen.
Karena itu, masih banyak petani ragu mencoba metode Hazton dengan berbagai alasan, di antaranya tidak dapat fokus merawat dan menjaga pertumbuhan padi, sementara metode ini (sepengetahuan mereka) memerlukan perhatian serius.
Tetapi di sisi lain, sejumlah kelompok perempuan tani yang menjadi binaan Konsorsium Perempuan (Kalbar) untuk Keberlanjutan Kehidupan di Kabupaten Kapuas Hulu dan Sintang, kini mencoba cara bertani dengan metode Hazton. Para petani ini ada di enam desa di Kapuas Hulu dan empat desa di Sintang. Mereka berjumlah 500 orang.
Menurut salah satu penemunya, Anton Kamarudin, Metode Hazton adalah metode penanaman padi menggunakan 20-30 anakan bibit dalam setiap bulan dan umur anak bibit tersebut 25-30 hari setelah semai. Metode ini memberikan perhatian pada tanaman mulai dari proses persemaian hingga penanaman dan perawatan.
Dalam pelatihan yang digelar di Kapuas Hulu beberapa waktu lalu, Anton mengatakan, penemuan metode tersebut berangkat dari kegalauan karena rendahnya produktivitas padi di Kalbar selama ini yang hanya mencapai 3,1 ton per hektare, sementara secara nasional 5,4 ton per hektare.
Produksi yang rendah, di antaranya karena tanaman padi sering menghadapi serangan hama seperti keong mas, gulma, dan kondisi tanah yang marginal.
Maka kemudian lahirlah pemikiran bahwa dari satu atau sedikit bibit padi yang ditanam, akan beranak, terus beranak dan membentuk sebuah rumpun padi. Asumsinya, bahwa malai terbaik dalam satu rumpun padi berasal dari induk utama.
"Selanjutnya akan menurun kualitasnya sampai anak cucunya. Bahkan ada anakan yang tidak produktif dan untuk memperbanyak jumlah malai dan malai produktif, kita perbanyak jumlah induknya," katanya.
Keuntungan metode Hazton, di antaranya produksi akan lebih tinggi 10 -16 ton gabah kering panen per hektare, mudah dalam penanaman, tidak ada penyulaman dan penyiangan, lebih cepat panen dari metode biasa, gabah lebih bernas, dan rendahnya bulir hampa.
Perempuan petani
Kelompok perempuan petani yang mencoba metode Hazton ada di di Kapuas Hulu mencakup enam desa di empat kecamatan yakni Desa Lubuk Antuk dan Mubung di Kecamatan Hulu Gurung, Desa Temuyuk dan Sungai Besar di Kecamatan Bunut Hulu, Desa Tekalong di Kecamatan Mentebah, dan Desa Tekudak di Kecamatan Kalis.
Sementara di Kabupaten Sintang mencakup empat desa yakni Penyak Lalang, Samak dan Mangat Baru di Kecamatan Dedai, dan desa Kelam Sejahtera di Kecamatan Kelam.
Mereka menerapkan metode Hazton dalam setahun ini, baik di demplot (demonstration plot atau sawah percontohan) kelompok maupun lahan pribadi.
Ketua Kelompok Usaha Bersama, Desa Mangat Baru, Kecamatan Dedai, Kabupaten Sintang, Bernadeta Imi, mengatakan kelompoknya sudah masuk panen kedua untuk metode Hazton. Pada masa tanam musim gadu yang dipanen April lalu, hasilnya cukup memuaskan dan membuat anggota kelompok taninya bersemangat untuk menerapkan teknik Hazton itu.
"Kalau cara Hazton, harus cermat supaya hasilnya bagus," katanya. Cermat dalam artian selalu dalam pemantauan saat pemupukan, pemeliharaan tanaman, hingga masa siap panen. Secara bersama-sama anggota kelompok tani ini memantau demplot.
Untuk sampai ke demplot, satu jam dari pemukiman mereka. Jika berkendaraan motor, melintasi kebun karet dan hutan semak, memakan waktu sekitar 45 menit.
"Kalau nanam padi lokal cara kami biasa, sesudah tanam, tanaman dibiarkan saja tanpa perlu dijaga," kata EmiAkibatnya,hasilnya pun biasa-biasa saja, bahkan cenderung sedikit dan hanya cukup untuk makan keluarga selama satu tahun.
Tetapi jika ingin meningkatkan produksi pertanian, apalagi bisa dijual ke pasar, maka penerapan metode Hazton sangat membantu, katanya menambahkan.
Kelompok ini mencoba pada jenis padi lokal (padi merah dan padi hitam) dan juga padi unggul inpara 7, dan IPB5S.
Emi mengaku sudah membuktikan bersama kelompoknya, hasil panen pertama April lalu mencapai 3,1 ton gabah basah. Hasilnya memang belum terlalu memuaskan, karena tanaman padi diserang walang sangit. Namun sebagian hasil panen bisa dibagikan kepada anggota dan sebagian lainnya dijual ke pihak luar.
Saat ini, masing-masing anggota kelompok tani ini sedang menanam di lahan pribadi untuk varietas IPB3S. Dan diperkirakan baru panen September mendatang.
Sementara Rosalia, anggota Kelompok Tani Sungai Sepangin, Desa Tekudak, Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu mengatakan, sebelum bertani cara baru ini, dia biasa menanam padi dengan sangat sederhana. Pemupukan cukup sekali menjelang tanam, kemudian tanaman padi dibiarkan tumbuh hingga membentuk malai.
"Semuanya diserahkan sama `beliau` (Tuhan YME). Tumbuh bagus atau tidak bagus, terima saja," katanya sambil mengulum senyum.
Namun ketika sudah mencoba metode Hazton dan melihat hasilnya, banyak petani yang tidak terlibat dalam program dari Konsorsium Perempuan di Desa Tekudak, penasaran dan ingin belajar metode tersebut.
Dia menambahkan, semula, penduduk desa sempat menertawakan rencana para petani perempuan ini yang akan menanam padi saat musim gadu (kemarau).
"Penduduk desa bilang, nanam padi musim gadu sama saja dengan memberi makan burung. Burung-burung di Tekudak banyak yang kurus tak dikasih makan. Mereka tertawa-tawa dengan rencana kami ini. Tau lah mulut orang kampung...," kata Rosalia lagi.
Tetapi setelah melihat hasil panen April lalu, yang cukup bagus meski juga terkena serangan walang sangit, penduduk desa menjadi penasaran.
"Saat habis panen, saya bilang ke teman-teman, kita merontokkan padinya di kampung saja biar dilihat warga desa," kata Rosalia.
Demplot padi kelompoknya berada di balik Bukit Tunggul yang masih tampak hijau pepohonan. Untuk sampai ke demplot, dengan berjalan kaki di antara saluran irigasi dan rimbunan semak tanaman rambat.
Ketika Rosalia bersama teman-temannya menumpang truk menuju ke kampungnya, padi yang masih menempel di malainya sengaja diusung tinggi-tinggi hingga kelihatan dari atas truk. Penduduk kampung tampak terkejut melihat kesuksesan hasil panen perdana kelompok tani perempuan tersebut.
Di samping memiliki kelebihan, menurut Anton Kamarudin, metode Hazton juga terdapat kekurangan. Kekurangan itu di antaranya keperluan benih lebih tinggi 100 -120 kilogram per hektare sementara metode biasa 25-35 kilogram per hektare, menggunakan tempat persemaian lebih luas, tanaman lebih rimbun sehingga perlu pencegahan dan penanganan hama penyakit, serta penggunaan varietas yang relatif tahan.
Untuk menerapkan metode ini, sudah disiapkan "standard operating procedure" (SOP atau prosedur tetap), mulai dari persiapan lahan, persiapan benih, imunisasi benih, jarak tanam, hingga aplikasi pemupukan.
Karena itu, jika ingin sukses bertani dengan metode ini, petani dapat mengikuti SOP yang sudah disusun kedua penemunya, Hazairin dan Anton Kamarudin.
(N005/A011)
Perempuan Petani Kalbar Mencoba Bertani Metode Hazton
Minggu, 13 Agustus 2017 18:50 WIB