Jakarta (Antara Kalbar) - Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa revolusi
mental yang ia gagas saat memulai pemerintahan pada 2014 bukan hanya
sekadar jargon kampanye.
"Revolusi mental orang senangnya
masih seperti dulu jargon-jargon, 'ndak' lah kita ini memberi contoh,
apa sih yang namanya kerja keras itu apa? Yang namanya mengontrol sebuah
pekerjaan agar berkualitas seperti apa? Ini kan mengubah 'mindset' yang
kita perlukan," kata Presiden Joko Widodo dalam wawancara khusus dengan
LKBN Antara menyambut tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Istana
Merdeka, Jakarta, Senin (16/10).
"Revolusi Mental" merupakan gerakan yang diusung Presiden Joko Widodo sejak masa kampanye Pemilu Presiden 2014.
"Kemudian kerja yang cepat itu seperti apa? Kerja yang melayani itu
seperti apa? Mengantre itu seperti apa?" tambah Presiden.
Untuk mengajarkan hal itu, menurut Presiden juga harus dimulai dari anak-anak usia dini.
"Saya kira kita juga sudah mulai memberikan pembelajaran di
guru-guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) umur emasnya 1-12 tahun harus
dimulai dari situ. Kedisiplinan, masalah yang berkaitan dengan
kemajemukan, ini yang harus kita lakukan. Saya kira jargon-jargon bukan
masanya," tambah Presiden.
Ia yakin bahwa pembelajaran
mengenai Pancasila, kemajemukan sekaligus inovasi akan dapat menggerakan
masyarakat agar dapat bersama-sama membawa kemajuan bagi Indonesia.
Pelaksanaan revolusi mental itu juga mulai tampak dalam kematangan
masyarakat dalam berpolitik, termasuk memilih mana pemerintahan yang
bekerja atau tidak maupun yang hanya merupakan isu.
"Dengan
peristiwa-peristiwa pilkada, pemilihan wali kota, pemilihan bupati,
pilpres itu mendewasakan menurut saya. Kalau kita bisa mengelola itu,
masyarakat akan semakin dewasa. Coba nanti ada hal yang tidak bener, oh
tidak usah ikut saya. Kalau ada suara-suara, ooh ini hanya isu, hanya
fitnah tidak usah percaya, masyarakt mulai akan menyaring seperti itu,"
jelas Presiden.
Kematangan itu menurut Presiden merupakan bagian dari proses menuju kematangan Indonesia berdemokrasi dan berpolitik.
"Ria-riak dalam politik berdemokrasi kalau menurut saya sih biasa
saja. Bagaimana terus memberikan pembelajaran kepada kita semua agar
masyarakat bisa memilah: ini urusan ekonomi ya udah urusan ekonomi, oh
ini urusan politik, oh ini urusan kebudayaan ya sudah urusan kebudayaan.
Jadi kita harapkan nanti ada berita politik ya jalan, ekonomi juga
jalan terus, semakin dewasa semakin matang, tidak bercampur aduk,"
ungkap Presiden.
Presiden Jokowi sebelumnya sudah
menandatangani Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan
Nasional Revolusi Mental. Inpres ini dikhususkan untuk memperbaiki serta
membangun karakter bangsa Indonesia dalam melaksanakan revolusi mental.
Inpres itu antara lain mengacu pada nilai-nilai integritas, etos
kerja dan gotong-royong untuk membangun budaya yang bermartabat, modern,
maju, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Inpres ini juga
ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja; Sekretaris Kabinet; Jaksa
Agung Republik Indonesia; Panglima Tentara Nasional Indonesia; Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri); para kepala lembaga
pemerintah nonkementerian; para kepala sekretariat lembaga negara; para
gubernur; dan para bupati/wali kota.
"Revolusi Mental" Bukan Sekadar Jargon Kampanye
Selasa, 17 Oktober 2017 12:20 WIB