Pantai Gading tambah 650 prajurit ke misi PBB di Mali
Sabtu, 27 April 2019 11:52 WIB
Abidjan (ANTARA) - Pantai Gading akan menambah empat kali lipat jumlah pasukannya di misi penjaga perdamaian PBB di negara tetangga Mali menjadi 800, kata Presiden Alassane Ouattara pada Jumat, menjadikannya salah satu kontributor utama di misi tersebut.
Batalion beranggotakan 650 prajurit akan bergabung dengan 150 tentara Pantai Gading lainnya, dikerahkan di Mali. Situasi keamanan di Mali kian memburuk dalam beberapa tahun terakhir akibat serangan oleh kelompok gerilyawan, yang berafiliasi dengan Alqaida dan ISIS serta bentrokan antaretnik.
Kerusuhan telah mengacaukan seluruh wilayah Sahel di Afrika Barat, saat tentara nasional, komando Barat dan misi PBB yang terdiri atas 15.000 tentara di Mali, yang dikenal MINUSMA, gagal mempertahankan kendali.
MINUSMA dibentuk pada 2013 setelah pemberontakan garis keras di wilayah utara tahun sebelumnya. Di tengah maraknya kekerasan, MINUSMA menjadi misi PBB paling mematikan, dengan hampir 200 anggota terbunuh, kebanyakan dalam pertempuran.
Kekuatan Barat, yang dipimpin Prancis, juga menyiapkan dana bagi pasukan regional yang disebut G5 Sahel, yang terdiri atas tentara Mali, Niger, Burkina Faso, Chad dan Mauritania, untuk memerangi gerilyawan.
"Kita harus mempererat kerjasama keamanan dan terus memberikan arahan kepada G5 Sahel serta resolusi krisis di Libya, yang berkontribusi besar terhadap ketidakstabilan di negara-negara tetangga seperti Niger, Mali, Burkina Faso dan seterusnya," kata Ouattara kepada awak media, Jumat.
Ia juga menuturkan bahwa pasukan tambahan akan "segera" dikerahkan tanpa memberikan penjelasan.
Batalion beranggotakan 650 prajurit akan bergabung dengan 150 tentara Pantai Gading lainnya, dikerahkan di Mali. Situasi keamanan di Mali kian memburuk dalam beberapa tahun terakhir akibat serangan oleh kelompok gerilyawan, yang berafiliasi dengan Alqaida dan ISIS serta bentrokan antaretnik.
Kerusuhan telah mengacaukan seluruh wilayah Sahel di Afrika Barat, saat tentara nasional, komando Barat dan misi PBB yang terdiri atas 15.000 tentara di Mali, yang dikenal MINUSMA, gagal mempertahankan kendali.
MINUSMA dibentuk pada 2013 setelah pemberontakan garis keras di wilayah utara tahun sebelumnya. Di tengah maraknya kekerasan, MINUSMA menjadi misi PBB paling mematikan, dengan hampir 200 anggota terbunuh, kebanyakan dalam pertempuran.
Kekuatan Barat, yang dipimpin Prancis, juga menyiapkan dana bagi pasukan regional yang disebut G5 Sahel, yang terdiri atas tentara Mali, Niger, Burkina Faso, Chad dan Mauritania, untuk memerangi gerilyawan.
"Kita harus mempererat kerjasama keamanan dan terus memberikan arahan kepada G5 Sahel serta resolusi krisis di Libya, yang berkontribusi besar terhadap ketidakstabilan di negara-negara tetangga seperti Niger, Mali, Burkina Faso dan seterusnya," kata Ouattara kepada awak media, Jumat.
Ia juga menuturkan bahwa pasukan tambahan akan "segera" dikerahkan tanpa memberikan penjelasan.