Pontianak (ANTARA) - Ada lima lokasi pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Indonesia-Malaysia yang bakal dibangun di Provinsi Kalimantan Barat.
Letaknya di lima kabupaten yang berbeda yakni dimulai dari wilayah paling barat adalah Kabupaten Sambas, lalu Kabupaten Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu.
Dari lima lokasi, tiga di antaranya sudah dibangun PLBN yakni di Aruk (Kabupaten Sambas), Entikong (Kabupaten Sanggau) dan Badau (Kabupaten Kapuas Hulu). Di tiga lokasi ini, sudah beroperasi untuk perlintasan barang dan jasa meski terbatas.
Sementara dua lainnya, Jagoi Babang (Kabupaten Bengkayang) dan Sungai Kelik (Kabupaten Sintang) masih dalam tahap persiapan namun dasar hukum pembangunannya sudah ada.
Berdasarkan laman resmi dari Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), selain Provinsi Kalbar ada empat provinsi lainnya yang akan dibangun Pos PLBN.
Dasarnya adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 PLBN Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan.
Adapun 11 PLBN tersebut akan dibangun di lima provinsi yaitu Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Sebelas PLBN itu adalah PLBN Serasan Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau, PLBN Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang di Provinsi Kalimantan Barat, PLBN Sungai Kelik Kabupaten Sintang di Provinsi Kalimantan Barat, PLBN Long Nawang Kabupaten Malinau di Provinsi Kalimantan Utara.
Selain itu PLBN Long Midang/Krayan Kabupaten Nunukan di Provinsi Kalimantan Utara, PLBN Labang Kabupaten Nunukan di Provinsi Kalimantan Utara, PLBN Sei Nyamuk Kabupaten Nunukan di Provinsi Kalimantan Utara.
Di Kalbar, dua calon PLBN yakni Jagoi Babang dan Sungai Kelik mempunyai latar dan potensi yang berbeda.
Jagoi Babang berbatasan dengan Serikin di sisi Sarawak, Malaysia. Serikin mempunyai pasar akhir pekan yang dikenal hingga seantero Malaysia serta Brunei Darussalam.
Ratusan pedagang menggelar barang dagangannya di lapak-lapak sederhana. Menariknya, para pedagang ini hampir semua berasal dari Indonesia.
Mereka menggunakan jalur darat hingga Jagoi Babang, lalu masuk ke Pasar Serikin yang jaraknya sekitar dua kilometer dari titik nol perbatasan Indonesia-Malaysia.
Sedangkan untuk Sungai Kelik, masih berupa perlintasan tradisional bagi warga setempat, baik Indonesia maupun Malaysia, yang terpisah karena batas negara. Pada umumnya warga di wilayah perbatasan ini masih memiliki hubungan kekerabatan.
Berkaca ke Entikong
Entikong di Kabupaten Sanggau merupakan PLBN pertama Indonesia-Malaysia yang ada di daratan. Pertama kali beroperasi 1 Oktober 1989 dan terus mengalami perubahan hingga kini.
Meski sudah dibangun dan kondisinya jauh lebih mewah dibanding Tebedu di wilayah Sarawak, namun masyarakat belum mendapatkan dampak ekonomi yang kuat.
Anggota DPRD Kabupaten Sanggau, Hendrikus Bambang menyatakan bahwa regulasi yang dibuat pemerintah belum mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan warga sekitar khususnya.
Ketua Kadin Kabupaten Sanggau, Nur Kurniawan menambahkan pentingnya regulasi bagi pelaku usaha lokal.
Menurut dia, selama ini hanya ada beberapa perusahaan yang menguasai perdagangan di lintas batas Entikong. Sementara peluang perdagangan dari Sanggau atau Indonesia ke Sarawak, terbuka lebar.
Namun sayangnya regulasi yang ada tidak tersosialisasikan dengan baik sehingga masyarakat pun kesulitan menyesuaikan aturan tersebut dengan kemampuan di tingkat lokal.
Sementara di Serikin, pedagang asal Indonesia berharap pemerintah membuat kebijakan yang tepat agar mereka tetap dapat berjualan karena ada kekhawatiran mereka bakal sulit keluar masuk ketika PLBN Jagoi Babang dibangun lebih modern.
Tokoh masyarakat perbatasan Bengkayang, Gustian Andiwinata mengatakan kalaupun dibangun pasar baru di wilayah itu, tetap berada di zona nol.
"Kalau pasar tersebut dibangun di belakang atau di dalam lingkungan PLBN, dikhawatirkan warga Malaysia tidak mau berbelanja lagi," katanya.
Padahal Pasar Serikin ada untuk melayani pembeli dari Malaysia. Akan lebih nyaman dan aman bagi warga luar Indonesia untuk tetap berbelanja di daerahnya sendiri (Malaysia) tanpa harus direcoki oleh urusan keimigrasian atau kepabeanan.
Mengolah Sungai Kelik
Bupati Sintang, Jarot Winarno sempat memilih untuk tidak mengikuti rapat bersama Kementerian PUPR untuk menyusun Perencanaan Teknis PLBN Sungai Kelik pada September 2019 di Sintang.
Jarot kesal karena pemerintah pusat hanya mengakomodir PLBN Sungai Kelik dengan Tipe C. Padahal, tanpa perlu dibangun PLBN Tipe C, aktivitas warga yang melewati pos lintas batas tradisional di Sungai Kelik berlangsung normal.
Kepala Badan Perbatasan Kabupaten Sintang Andon menegaskan Sintang sudah berkorban banyak agar PLBN Sungai Kelik terwujud sehingga wajar jika pemerintah setempat meminta bukan Tipe C.
Bahkan, ia menegaskan kalau perlu Tipe A karena Sintang adalah calon ibukota provinsi baru hasil pemekaran Provinsi Kalbar.
Selain itu, mengacu ke PLBN lain yang sudah jadi, Pemkab Sintang tidak mau hanya peraturan daerah atau peraturan gubernur yang nantinya mengatur regulasi di PLBN Sungai Kelik. Melainkan berupa Peraturan Presiden karena sifatnya dapat mengikat 22 kementerian yang mempunyai kewenangan di PLBN.
Kabupaten Sintang juga akan menjadi pusat pertahanan dan keamanan di wilayah Timur Kalbar. Mengingat status polres setempat yang akan naik tingkat, kemudian adanya permintaan dari Mabes TNI agar pemkab menyiapkan lahan landasan pacu untuk empat skadron udara di masa mendatang.
Sungai Kelik juga diharapkan dapat menjadi pendorong tumbuhnya ekonomi sekitar perbatasan.
Berdasarkan catatan Badan Perbatasan Kabupaten Sintang, ada 500 ribuan hektare lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan.
Sekitar 290 ribu hektare di antaranya, ada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Perkebunan ini didukung oleh empat pabrik pengolahan CPO yang hasilnya dikirim ke Sintang atau bahkan langsung ke Pontianak.
Kemudian, ada sembilan izin tambang di wilayah perbatasan yang sudah terbit namun pengelolaannya terbatas karena infrastruktur yang tidak mendukung.
Potensi lain adalah perkebunan lada dan karet rakyat. Menurut Andon, untuk lada, wilayah perbatasan Sintang mampu menghasilkan ratusan ton per hari saat panen raya.
Satu ton lada bisa dihasilkan dari 100 batang tanaman. Sementara lahan yang ditanami lada tersebar luas di perbatasan Sintang.
Selama ini, lada-lada tersebut dikirim ke Pontianak atau Sarawak. Khusus ke Sarawak, melalui Entikong yang jaraknya ratusan kilometer dari sentra lada di perbatasan Sintang.
Andon yakin kalau pemerintah serius membangun Sungai Kelik, akan menimbulkan efek domino perekonomian yang luas.
Andon juga menjamin PLBN Sungai Kelik akan paling indah dibanding yang lain di Kalbar, mungkin Indonesia.
Letaknya akan berada di kawasan perbukitan yang memperlihatkan keindahan alam di dua wilayah, baik Indonesia maupun Malaysia.
Mewujudkan perbatasan sebagai pendongkrak ekonomi lokal
Sabtu, 28 Desember 2019 21:35 WIB