Pontianak (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat meminta agar pemerintah daerah setempat dalam pergantian pejabat dilakukan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
"Mutasi atau pelantikan pejabat yang tidak sesuai dengan aturan dianggap sangat berpotensi berpengaruh pada kepentingan pilkada nantinya, karena penempatan personel pada posisi tertentu," ujar Ketua Bawaslu Kabupaten Bengkayang Yosef Harry Suyadi saat dihubungi, di Bengkayang, Sabtu.
Ia menjelaskan bahwa tugas dan fungsi Bawaslu Kabupaten Bengkayang adalah melakukan pencegahan terhadap potensi terjadi pelanggaran, terlebih pada Pilkada 2020 di Kabupaten Bengkayang.
Dalam hal tersebut, memberikan imbauan sesuai dengan PKPU No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas PKPU No. 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Bupati Wali Kota Tahun 2020. Jadwal tahapan pelaksanaan penetapan pasangan calon peserta pemilu dilakukan 8 Juli 2020.
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, dalam pasal 71 ayat 1 dimaksud pejabat daerah, ASN, anggota TNI/Polri dan kepala desa atau sebutan lainnya lurah, dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Ayat 2 menyebut, gubernur atau wagub, bupati atau wabup dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan dari menteri.
"Ayat 3, gubernur atau wagub, bupati atau wabup dan wali kota atau wakil wali kota dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terpilih," ujar Harry lagi.
Pada ayat 4 disebutkan, ketentuan dimaksud ayat 1 sampai ayat 3 tersebut berlaku untuk penjabat (pj) gubernur atau bupati/wali kota. Sedangkan ayat 5 menyebut, dalam hal gubernur dan wakil gubernur, bupati atau wabup sebagaimana dimaksud ayat 2 dan ayat 3, petahana tersebut dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.
"Dalam ayat 6, sanksinya sebagaimana dimaksud ayat 1 sampai ayat 3, yang bukan petahana diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Harry lagi.