Pontianak (ANTARA) - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan memaksimalkan kolaborasi bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya mendorong terlaksananya pembangunan pipa gas bumi Trans Kalimantan.
"Komitmen BPH Migas dalam mendorong pembangunan jaringan pipa Trans Kalimantan sesuai hasil FGD yang dilaksanakan BPH Migas pada 2019. Perlu dukungan nyata dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk membangun pipa Trans Kalimantan," kata Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa saat melakukan pertemuan dengan Gubernur Kalbar Sutarmidji di Pontianak, Kamis.
Dia menjelaskan pipa gas bumi Trans Kalimantan yang akan dibangun sepanjang 2.219 kilometer tersebut akan melewati wilayah Kaltim-Kalsel-Kalteng-dan Kalbar dan sudah masuk dalam Daftar Proyek Prioritas Strategis (Major Project) Nomor 37 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020 – 2024, dengan pelaksana antara lain Kementerian ESDM dan Badan Usaha (BUMN/Swasta).
"Ini juga diperkuat dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2700 tahun 2012 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN), pipa gas bumi Trans Kalimantan masuk ke dalam Matriks Rencana Jaringan Pipa Gas Bumi Nasional Pulau Kalimantan kategori Open Access wilayah Kaltim, Kalsel, dan Kalbar," tuturnya.
Secara paralel, kata dia, saat ini Badan Pengatur tengah mendorong PT Bakrie & Brother sebagai pemenang lelang tahun 2006 transmisi Kalimantan – Jawa (Kalija) untuk segera merealisasikan pembangunan ruas transmisi gas bumi Balikpapan – Banjarmasin (Kaltim – Kalsel) sebagai bagian dari ruas Kalija dengan panjang 522 kilometer.
Kemudian, lanjutnya, sesuai tupoksi BPH Migas yang akan melakukan lelang Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) diperlukan kesiapan dari sisi demand gas bumi. Sejalan dengan proses pembangunan Pelabuhan Kijing di Mempawah, selain PT PLN yang akan menambah pembangkit peaker di Jungkat dengan kapasitas 100 MW dan industri kelapa sawit existing, telah ada beberapa industri besar yang akan mengembangkan usahanya di Mempawah seperti PT. Inalum, PT. Wilmar, Smelter PT. Antam dan Pupuk Indonesia, yang akan menambah potensi demand gas bumi. Dari sisi suplai telah ada potensi gas dari LNG Tangguh, Bontang, Natuna dan blok Bengkanai .
"Dengan mempertimbangkan belum tersedia jaringan pipa gas bumi dan demand belum terlalu besar (+/- 30 BBTUD), untuk jangka pendek dan secara bertahap direncanakan membangun FSRU skala kecil atau Receiving Terminal LNG berbasis ISO Tank di sekitar Pelabuhan Kijing yang akan menjadi KEK di Mempawah atau di kawasan PLTG 100 MW PLN di Jungkat, Mempawah, Kalbar sebagai fasilitas pendukung penyediaan dan pendistribusian LNG," katanya.
PLTG 100 MW tersebut belum difungsikan sejak diresmikan Presiden Jokowi pada 2017, karena belum siapnya fasilitas gasifikasi dan untuk memenuhi suplai listrik, PT PLN (Persero) membeli listrik dari Sarawak, Malaysia, sebesar 170 MW dengan harga sebesar Rp1.050/kwh.
Dengan terciptanya potensi demand gas bumi di Kalbar khususnya di Mempawah ini diharapkan badan usaha dapat menjadi dasar pertimbangan untuk berperan serta dalam pembangunan pipa trans Kalimantan dengan sistem investasi badan usaha.
"Demi kepentingan nasional dan untuk membangun harga diri bangsa Indonesia, selagi harga gas memang kompetitif, diharapkan penggunaan gas diutamakan untuk dalam negeri terutama untuk pembangkit listrik, pelabuhan, industri, dan lain-lain, sehingga menciptakan demand yang signifikan untuk penggunaan gas yang akan dialirkan melalui pipa Trans Kalimantan," tuturnya.
Ia menambahkan pembangunan pipa gas Trans Kalimantan selain mendukung kebutuhan clean energy juga sekaligus mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, salah satu indikatornya adalah terwujudnya keadilan energi dan keadilan wilayah terutama Kalimantan yang telah memberikan kontribusi besar pada sektor energi untuk NKRI.