Ketua PWI Kabupaten Sintang Tantra Nur Andi menyesalkan pernyataan salah seorang dokter di RSUD dr Ade M Djoen Sintang yang menuding berita tentang rumah sakit tersebut menolak pasien tidak mampu adalah fitnah.
“Semua pihak harus memahami cara kerja jurnalistik yang dilakukan seorang wartawan. Dalam menulis berita, wartawan selalu berdasarkan peristiwa yang terjadi, berdasarkan pernyataan narasumber, melakukan cek ricek fakta dan melakukan konfirmasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam pemberitaan. Jadi kami menyayangkan jika ada pihak yang mengatakan berita yang ditulis wartawan adalah fitnah,” katanya di Sintang, Selasa.
Ia meminta semua pihak dapat menghormati profesi wartawan yang dalam kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Jika ada pihak-pihak yang ingin memberikan klarifikasi terhadap suatu pemberitaan, kami minta lakukan dengan cara yang baik, dan tidak mengeluarkan pernyataan yang merendahkan profesi wartawan,” kata dia.
Ia menjelaskan, ada mekanisme yang dapat dilakukan jika keberatan dengan pemberitaan. "Ada mekanisme hak jawab, atau penyelesaian sengketa di Dewan Pers," ujar dia.
Ia juga mengaku agak heran dengan adanya oknum dokter di RSUD Sintang yang meminta wartawan untuk menjaga nama baik rumah sakit itu dengan tidak membuat berita-berita tentang buruknya pelayanan dari rumah sakit tersebut.
“Saya tegaskan bahwa bukan tugas seorang wartawan untuk menjaga nama baik suatu institusi manapun. Tugas kami sebagai wartawan adalah menyampaikan peristiwa yang terjadi berdasarkan fakta, data dan pernyataan dari nara sumber serta melakukan konfirmasi agar berita menjadi berimbang. Kalau kami dilarang membuat berita buruknya pelayanan suatu institusi maka itu sudah mengebiri salah satu fungsi jurnalistik sebagai alat kontrol sosial," kata dia.
Ia berharap, kejadian ini bisa menjadi pembelajaran semua institusi agar lebih menghargai profesi wartawan dan tidak alergi untuk dikritik oleh masyarakat. “Hargai peran pers sebagai fungsi kontrol sosial. Karena pers merupakan pilar keempat demokrasi,” kata Tantra.
Mengenai pernyataan dari salah seorang oknum dokter, lanjut Tantra, PWI Sintang telah melakukan rapat dengan para wartawan yang hadir dalam konferensi pers RSUD Sintang. Hasilnya, PWI Sintang akan menyurati RSUD Ade M Djoen Sintang untuk meminta klarifikasi.
“Kami akan meminta pihak RSUD Sintang untuk memfasilitasi kami bertemu dengan dokter yang bersangkutan untuk meminta klarifikasi sekaligus menjelaskan tentang tugas, fungsi dan peran pers,” kata Tantra.
“Semua pihak harus memahami cara kerja jurnalistik yang dilakukan seorang wartawan. Dalam menulis berita, wartawan selalu berdasarkan peristiwa yang terjadi, berdasarkan pernyataan narasumber, melakukan cek ricek fakta dan melakukan konfirmasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam pemberitaan. Jadi kami menyayangkan jika ada pihak yang mengatakan berita yang ditulis wartawan adalah fitnah,” katanya di Sintang, Selasa.
Ia meminta semua pihak dapat menghormati profesi wartawan yang dalam kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Jika ada pihak-pihak yang ingin memberikan klarifikasi terhadap suatu pemberitaan, kami minta lakukan dengan cara yang baik, dan tidak mengeluarkan pernyataan yang merendahkan profesi wartawan,” kata dia.
Ia menjelaskan, ada mekanisme yang dapat dilakukan jika keberatan dengan pemberitaan. "Ada mekanisme hak jawab, atau penyelesaian sengketa di Dewan Pers," ujar dia.
Ia juga mengaku agak heran dengan adanya oknum dokter di RSUD Sintang yang meminta wartawan untuk menjaga nama baik rumah sakit itu dengan tidak membuat berita-berita tentang buruknya pelayanan dari rumah sakit tersebut.
“Saya tegaskan bahwa bukan tugas seorang wartawan untuk menjaga nama baik suatu institusi manapun. Tugas kami sebagai wartawan adalah menyampaikan peristiwa yang terjadi berdasarkan fakta, data dan pernyataan dari nara sumber serta melakukan konfirmasi agar berita menjadi berimbang. Kalau kami dilarang membuat berita buruknya pelayanan suatu institusi maka itu sudah mengebiri salah satu fungsi jurnalistik sebagai alat kontrol sosial," kata dia.
Ia berharap, kejadian ini bisa menjadi pembelajaran semua institusi agar lebih menghargai profesi wartawan dan tidak alergi untuk dikritik oleh masyarakat. “Hargai peran pers sebagai fungsi kontrol sosial. Karena pers merupakan pilar keempat demokrasi,” kata Tantra.
Mengenai pernyataan dari salah seorang oknum dokter, lanjut Tantra, PWI Sintang telah melakukan rapat dengan para wartawan yang hadir dalam konferensi pers RSUD Sintang. Hasilnya, PWI Sintang akan menyurati RSUD Ade M Djoen Sintang untuk meminta klarifikasi.
“Kami akan meminta pihak RSUD Sintang untuk memfasilitasi kami bertemu dengan dokter yang bersangkutan untuk meminta klarifikasi sekaligus menjelaskan tentang tugas, fungsi dan peran pers,” kata Tantra.
Sebelumnya, sejumlah wartawan dari berbagai media massa di Kabupaten Sintang merasa kecewa dengan pernyataan salah seorang dokter di RSUD Ade M Djoen Sintang terkait tudingan fitnah terhadap berita yang pernah dimuat dengan judul "Dokter IGD RSUD Sintang Tolak Pasien Tidak Mampu".
“Saya minta teman-teman tidak lagi menuliskan tulisan - tulisan menolak pasien gara gara pasien tidak mampu. Tidak ada, sama sekali tidak. Fitnah, fitnah, saya tegas di sini," ujar dr Feri dalam konferensi pers yang digelar RSUD Ade M Djoen Sintang, Senin (10/8) pukul 13.30 WIB.
Pernyataan ini bermula dari berita tentang penolakan dokter IGD RSUD Ade M Djoen Sintang terhadap salah seorang pasien tidak mampu yang dibuat oleh sejumlah media. Dalam berita tersebut, narasumber adalah Wakil Ketua DPRD Sintang Heri Jambri dan Nila, anak dari pasien yang ditolak RSUD Ade M Djoen Sintang.
Kemudian, Senin (10/8) pukul 13.30 WIB, RSUD Sintang mengundang para awak media untuk memberikan klarifikasi terhadap pemberitaan ini. Dalam konferensi pers tersebut, ada pernyataan seorang dokter yang sangat menyinggung perasaan para wartawan.
“Kami sudah sampaikan bahwa berita dibuat sesuai fakta yang ada. Berita yang kami buat juga berimbang karena ada konfirmasi dari Direktur RSUD Sintang, dr. Rosa dan ini sesuai kode etik jurnalistik," ujar Dian Andi Suryatija, wartawan Kalimantan News.
Ia menilai, oknum dokter tidaklah etis menyatakan bahwa tulisan itu fitnah. Terlebih tidak disampaikan oleh dokter tersebut, apakah fitnah itu ditujukan pada penulis berita atau narasumber berita.
“Kata fitnah ini tentu menyinggung perasaan saya selaku penulis berita. Terlepas apakah pernyataan narasumber, yang menyatakan adanya dugaan penolakan pasien di RSUD benar atau tidak, kami telah konfirmasi ke Direktur RSUD supaya berita berimbang. Lalu apakah kami melakukan fitnah," katanya.