Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan laboratorium bertaraf internasional dalam rangka mencegah penyakit udang sekaligus memastikan mutu produk komoditas udang nasional yang dihasilkan dari berbagai daerah.
"Salah satu dukungan pemerintah adalah dengan mencegah masuk dan tersebarnya penyakit yang menjadi ancaman bagi keberlanjutan industri udang di Indonesia," kata Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina di Jakarta, Selasa.
Rina mengingatkan bahwa Indonesia dikenal sebagai salah satu eksportir udang terbesar di dunia. Bahkan, lanjutnya, komoditas ini telah diekspor pula ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, negara-negara ASEAN, dan China.
Potensi itu, ujar dia, juga masih bisa ditingkatkan mengingat kebutuhan pangan dunia cenderung mengalami kenaikan dalam hal konsumsi.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) telah merilis daftar penyakit ikan dan udang yang harus diperhatikan oleh negara-negara anggota karena memiliki efek yang bersifat global antara lain penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Infectious Hypodermal Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) pada udang.
Merespons hal tersebut, BKIPM telah menandatangani kerja sama dengan The Yellow Sea Fisheries Research Institute (YSFRI) China yang memiliki laboratorium yang telah diakui dan ditunjuk oleh OIE sebagai acuan di wilayah Asia untuk penyakit WSSV dan IHHNV.
Rina memaparkan kerja sama tersebut diimplementasikan dalam Twinning Laboratory Program antara BKIPM dengan YSFRI yang berlaku selama tiga tahun.
"Salah satu target utama kerja sama ini adalah BKIPM memiliki laboratorium berstandar internasional dan diakui oleh OIE untuk menjadi acuan bagi pengujian WSSV dan IHHNV di wilayah Asia Tenggara," jelasnya.
Dikatakan Rina, penyakit ikan termasuk udang telah menjadi tantangan global seiring dengan peningkatan produksi dan perdagangan produk perikanan antar negara.
Bahkan, lanjutnya, banyak negara mengalami kerugian besar karena merebaknya penyakit ikan tertentu, baik yang berasal dari dalam negeri maupun penyakit ikan introduksi, yang timbul sebagai akibat peningkatan perdagangan yang masif.
"Masuk dan tersebarnya penyakit–penyakit tersebut ke dalam suatu wilayah atau negara bukan hanya berbahaya bagi industri budidaya namun juga bagi kelestarian sumber daya hayati ikan, terutama plasma nutfah asli," urainya.