Pontianak (ANTARA) - Honorer Pemda Kabupaten Kayong Utara (KKU), Kalimantan Barat berinisial BN diduga menganiaya perangkat desa karena tidak mau menandatangani surat tanah di Desa Riam Berasap, Kecamatan Sukadana dan kasus tersebut saat ini tengah ditangani Kejaksaan Negeri Ketapang.
Korban Pendi menceritakan aksi pemukulan terhadap dirinya terjadi pada 20 April 2021 lalu di kantor desa. Saat itu dirinya mengerjakan pekerjaan kantor, lalu seorang warga berinisial BN yang juga honorer di Pemda Kayong Utara yang diduga marah karena dirinya tidak menandatangani surat menyurat tanahnya yang berjumlah 12 bidang.
"Ia BN tiba - tiba datang dan marah, terus langsung memiting leher saya. Karena saya digitukan (dipiting) saya juga membela diri," tutur Pendi saat dihubungi di Sukadana, Minggu.
Ia pun memiliki alasan sendiri tidak menandatangani surat tersebut karena menurutnya tanah tersebut berstatus tanah Hak Pakai (HP) sehingga dirinya ingin memastikan terlebih dahulu tanah tersebut tidak bermasalah
"Saya pribadi harus memastikan terlebih dulu tanah itu tidak bermasalah, untuk menghindari permasalahan hukum ke depan, terlebih di sekitar Desa Riam Berasap tersebut akan dibangun bandara," jelasnya.
Pria bernama lengkap Effendi itu beberapa waktu lalu mengaku mendapatkan pesan singkat yang mengaku dari oknum Kejaksaan Negeri Ketapang terkait kasusnya tersebut dan meminta dirinya berdamai terhadap pelaku BN sebagai wujud restorative justice dari Kejaksaan Negeri Ketapang.
"Ada oknum jaksa memanggil saya kemarin karena mereka ada program restorative justice gitu lah. Saya juga heran sedangkan yang bersangkutan BN sampai saat ini tidak ada menghubungi saya untuk mengajak berdamai atau menyelesaikan secara kekeluargaan, malahan saya lihat ada beberapa statusnya di medsos yang bernada ancaman terhadap saya," jelasnya.
Saat dikonfirmasi dengan terlapor BN membantah bahwa ada aksi pemukulan yang dilakukan dirinya kepada Pendi saat hari tersebut. Ia mengaku hanya membela diri saat itu.
"Saat itu saya hanya menangkap mulut dia, karena ngomong seperti itu di grup WA. Setelah itu dia menarik leher baju saya, saya pikir ini bahaya, pasti berkelahi, makanya saya memiting lehernya, menjatuhkan dia," terang BN.
BN mengaku heran dengan alasan pihak desa yang tidak mau menandatangani surat menyurat tanahnya. Padahal diakui BN baik pemilik tanah di batas tanahnya telah menandatangani, termasuk RT setempat, sehingga menurutnya tidak ada lagi alasan pihak desa tidak mau menandatangani surat tanah miliknya.
"Pj Kepala Desa Galih Tosan dan Kepala Dusun Pendi tidak mau menandatangani surat tanah yang sudah di buat Kasi pemerintahan di Desa itu," jelasnya.
Saat ini menurut BN, tanah yang diusulkan tersebut untuk Hak Pakai ini sudah ia garap sejak tahun 2014 silam dan sebagian sudah ia garap dengan ditanam sawit.
"Saya sudah menggarap tanah itu hampir 5 tahun dari tahun 2014 lalu. Sebagian sudah saya tanam sawit, sebagiannya belum saya tanam apa - apa," jelas dia.
Honorer pemda diduga aniaya perangkat desa karena soal tanah
Minggu, 13 Juni 2021 18:25 WIB