Pontianak (ANTARA) - Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) bersama seluruh asosiasi kratom mendorong Pemerintah Provinsi Kalbar agar menerbitkan regulasi tentang tataniaga dan tatakelola kratom sehingga bisa melindungi petani dan pelaku usaha kratom, baik di Kalbar itu sendiri dan Indonesia umumnya.
"Hari ini kami (Pekrindo) bersama seluruh asosiasi kratom dan Kadin Kalbar menggelar diskusi terkait mencari solusi atau intinya mendorong agar Pemprov Kalbar untuk menerbitkan regulasi yang bisa 'memayungi' petani dan para pelaku usaha kratom agar kesejahteraanya meningkatkan," kata Ketua Umum Pekrindo Kalbar, Yosef di Pontianak, Minggu.
Dia menjelaskan, dengan diskusi ini maka semua pihak bisa dilibatkan, apalagi saat ini pihaknya sedang melakukan gerakan riset, mulai dari Pekrindo, Universitas Tanjungpura, Pemprov Kalbar dari partisipasi dari asosiasi lainnya dalam menyusun regulasi yang diharapkan bisa memayungi para petani dan pelaku usaha kratom tersebut.
"Dengan adanya regulasi maka, salah satu persoalan harga ekspor dan pembelian bahan baku kratom yang saat ini 'terjun bebas' sehingga menjadi catatan penting dalam diskusi kami hari ini, termasuk bagaimana meningkatkan mutu ataupun kehigienisan dari produk kratom kita sendiri sehingga harganya kembali bisa normal yakni sekitar 40 dolar AS untuk produk ekspor berupa tepung kratom," ujarnya.
Karena menurutnya, di sana (luar negeri) pengawasan terkait masuknya produk dari luar juga sangat gencar sekali, sehingga baik petani maupun pelaku usaha itu sendiri harus higienis dalam pengolahan, mulai dari cara pemetikan daun, pengeringan, pengolahan menjadi tepung hingga proses pemuatan dan pengiriman di kontainer ke negara tujuan.
"Selain itu, dengan regulasi itu nantinya, kami harapkan ada semacam kontrol oleh pemerintah terkait stok dan ekspor dari tepung kratom ke luar negeri, sehingga baik petani dan pelaku usaha dalam hal ini tidak dirugikan seperti sekarang," katanya.
Menurutnya, saat ini pemerintah juga tidak bisa berbuat banyak, karena belum ada regulasinya. "Makanya kami mendorong dilakukan riset dulu sebagai dasar untuk diterbitkannya regulasi tersebut, mulai dari Pergub hingga Perda," ujarnya.
Selain itu, menurutnya dengan adanya regulasi, dari sektor PAD (pendapatan asli daerah) juga bisa didapat yang selama ini tidak masuk pada PAD Kalbar.
"Pajak atau sejenis lainnya, bisa saja sekitar 10 persen yang harusnya masuk pada PAD Kalbar. Tetapi dengan kondisi sekarang, selain petani dan pelaku usaha selalu dirugikan, Pemprov Kalbar juga tidak dapat PAD," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar, Rudyzar Zaidar Mochtar menyatakan, anjloknya harga kratom karena memang belum ada regulasinya. "Kedepannya memang harus diatur semacam pengaturan ekspor rotan, yakni yang boleh ekspor hanya daerah penghasil kratom itu sendiri, sehingga diluar itu tidak boleh," ujarnya.
Beliau menambahkan, bayangkan saja sekarang, harganya dari 40 dolar AS menjadi 4 dolar AS, karena saat ini "pemainnya" atau pengekspornya terlalu banyak sehingga bisa dikatakan kebanyakan suplai ke daerah atau negara impor.
"Kelebihan suplai boleh-boleh saja, tetapi yang hanya boleh eskpor harusnya daerah penghasil kratom saja, seperti pada pengaturan ekspor rotan," katanya.
Beliau menambahkan, kalau hal itu tidak segera ditangani dengan baik, maka para petani dan pelaku usaha eksportir kratom akan selalu dirugikan.
Sumber pendapatan
Sebelumnya, Gubernur Kalbar Sutarmidji meminta BNN untuk menunda larangan penjualan kratom karena saat ini tumbuhan tersebut menjadi sumber pendapatan 112.000 masyarakat di wilayah itu.
"Seperti yang kita ketahui, BNN akan melarang peredaran dan jual beli kratom sampai tahun 2023 mendatang. Untuk itu, saya akan mengambil langkah untuk memperjuangkan komoditi ini, karena ini sebenarnya bisa menjadi potensi bagi daerah kita," kata Sutarmidji.
Menurutnya, harus ada penelitian secara ilmiah karena pada skala farmasi, kratom ini bisa dijadikan bahan baku obat.
Dirinya mengakui memang benar bahwa banyak misinformasi yang beredar terkait kratom yang menyatakan bahwa kratom mengandung zat adiktif lebih besar dibanding ganja. "Namun, ada hal yang perlu diteliti, karena kalau orang mengonsumsi ganja, dalam 15 menit mereka akan berhalusinasi dan dalam darahnya mengandung zat adiktif. Namun, kratom tidak, karena orang yang mengonsumsi kratom berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun darahnya tidak mengandung zat adiktif dan tidak menyebabkan hilang kesadaran," tuturnya.
Bahkan, katanya, pernah ada kasus, seseorang mengalami penyakit diabetes parah dan mendapatkan luka menganga, namun setelah dilakukan terapi dengan kratom, luka penderita diabetes tersebut sembuh dengan baik.
"Kalau dokter, pasti memutuskan amputasi pada pasien tersebut. Namun dengan terapi kratom, luka tersebut bisa sembuh. Selain itu, kratom juga bisa mengobati dan menghilangkan rasa nyeri serta meningkatkan kebugaran," katanya.
Untuk itu, kata Sutarmidji, harus benar-benar ada kajian ilmiah terkait kratom tersebut, sebelum diputuskan dilarang beredar dan diperjualbelikan.
"Sekali lagi saya katakan, ini potensi karena kalau sampai di dalam negeri dilarang, maka peluang ini akan ditangkap Thailand yang juga mengembangkan kratom di sana," tuturnya.
Selain memiliki fungsi bagi dunia pengobatan, kratom juga saat ini memiliki fungsi ekologis dalam sebagai paru-paru dunia di Kalimantan.
"Tumbuhan kratom ini bisa bertahan hidup di daerah rawa yang tidak semua pohon mampu hidup. Untuk itu, tumbuhan ini juga berperan dalam menjaga kelestarian hutan di Danau Sentarum dan Betung Kerihun dan jika ini maka akan terjadi penebangan besar-besaran pada tumbuhan Kratom dan menyebabkan banyak lahan yang terbuka," kata Sutarmidji.
Pekrindo-asosiasi kratom Indonesia dorong Pemprov Kalbar terbitkan regulasi tataniaga kratom
Minggu, 20 Juni 2021 19:49 WIB