Pontianak (ANTARA) - Harga jual BBM non subsidi jika tidak dikoreksi naik menyesuaikan dengan kenaikan dan tingginya harga minyak dunia, pasti akan membuat badan usaha PT Pertamina Patra Niaga, akan rugi besar, kata Direktur Puskepi, Sofyano Zakaria.
"Rugi besarnya PT Pertamina Patra Niaga sebagai badan usaha yang menjalankan bisnis pengadaan BBM dan elpiji buat rakyat negeri ini pasti akan menimbulkan masalah bagi pengadaan BBM dan juga elpiji bagi negeri ini," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulisnya kepada ANTARA di Pontianak, Senin.
Jika ternyata terbukti PT Pertamina Patra Niaga rugi dalam berbinis BBM dan elpiji non subsidi, maka ini bisa pula dinilai sebagai kegagalannya PT Pertamina Patra Niaga sebagai sub holding Comercial and Tradingnya Pertamina.
"Jika Patra Niaga mengalami kerugian dari bisnis BBM dan elpiji subsidi, maka akan menimbulkan masalah besar pula, karena sejatinya PT Pertamina Patra Niaga bukanlah BUMN. Ini yang nyaris hampir tidak disadari," ujarnya.
Dia menambahkan, jika kerugian bisnis BBM dan elpiji non subsidi Patra Niaga berlangsung begitu lama tanpa ada dorongan dari pemerintah untuk mengatasinya maka ini bisa dianggap sebagai kegagalan program sub holding yang dilakukan terhadap Pertamina.
Menurut dia, pemerintah termasuk DPR RI harusnya mendorong PT Pertamina Patra Niaga agar bisa menjalankan apa yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 69 tahun 2021 tentang Penyediaan dan Harga Jual Eceran BBM. Artinya sepanjang yang dijual adalah BBM umum atau BBM subsidi maka harga jual eceran BBM umum di titik serah untuk setiap liternya dihitung ditetapkan oleh Badan Usaha.
PT Pertamina Patra Niaga, sudah sejak lama, menjual harga BBM umum BBM subsidi jenis pertalite RON 90 Rp7.650/liter, sedangkan SPBU Vivo menjual BBM subsidi RON 89 dengan harga Rp8.900/liter. Patra Niaga menjual pertamax RON 92 dengan harga Rp9.000/liter sementara SPBU Shell menjual dengan harga Rp12.990/liter demikian pula dengan AKR yang menjual Rp12.900/liter.
Dengan Perpres Nomor 69 tahun 2021 harusnya penyesuaian harga jual BBM non susbsidi pertalite dan pertamax 92 juga elpiji non susbsi bright gas dapat disesuaikan dan juga tidak bisa dilarang dengan alasan apapun juga.
Pertalite BBM non subsidi yang banyak dipergunakan oleh masyarakat, jika koreksi kenaikan harganya dianggap menimbulkan masalah maka harusnya pertalite ditetapkan saja sebagai BBM subsidi dan BBM premium dihapuskan.
Ini pendapat Sofyano Zakaria terkait bisnis BBM dan elpiji subsidi Pertamina
Senin, 21 Februari 2022 16:45 WIB