Pontianak (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kubu Raya menyurati Kementerian Kesehatan untuk menyikapi adanya perbedaan data prevalensi stunting yang menyebabkan Kubu Raya masuk status merah atau daerah dengan prevalensi di atas 30 persen berdasarkan data SSGI 2021.
"Sehubungan dengan data stunting hasil SSGI Tahun 2021 yang kami nilai tidak berkolerasi dengan data stunting dengan menggunakan basis data e-PPGBM (elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) di Provinsi Kalimantan barat umumnya dan Kabupaten Kubu Raya Khususnya," kata Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan di Sungai Raya, Sabtu.
Dia mengatakan, berdasarkan hasil SSGI 2021 prevalensi stunting balita Kalimantan Barat sebesar 29.8 persen sedangkan pada e-PPGBM sebesar 17,7 persen (dari 258.553 = 58.6 persen balita yang dipantau). Dan untuk Kabupaten Kubu Raya prevalensi stunting balita hasil SSGI 2021 sebesar 40.3 persen, sedangkan pada e-PPGBM sebesar 7.9 persen (dari 32.403 - 65.6 persen balita yang dipantau).
"Mencermati perbedaan hasil SSGI dan e-PPGBM tersebut, kami menyurati Kementerian Kesehatan, karena merasa perlu menyampaikan beberapa hal, seperti adanya perbedaan yang signifikan antara hasil SSGI dan e-PPGBM," tuturnya.
e-PPGBM merupakan sistem pemantauan, pencatatan dan pelaporan rutin yang dilakukan secara berjenjang di Kabupaten Kubu Raya dilakukan melalui 475 Posyandu, 2 373 Kader, 45 tenaga ahli: gizi, PL KB, Kader PKK yang tersebar di seluruh wilayah kerja puskesmas sehingga data yang diperoleh dapat dievaluasi secara rutin mulai dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.
Dalam surat tersebut juga disampaikan bahwa pemerintah Kabupaten Kubu Raya melalui Dinas Kesehatan dan semua organisasi perangkat daerah yang terlibat dalam proses percepatan penurunan stunting selama 3 tahun terakhir telah melakukan berbagai langkah.
"Beberapa langkah yang kita lakukan dengan mengeluarkan berbagai regulasi dan program Inovasi antara lain seperti USG Portabel, Salju Terpadu dan pelibatan aktif semua desa melalui anggaran dana desa yang dialokasikan untuk intervensi program dan pembuatan aplikasi Sistem Pencatatan dan Pelaporan Ibu Hamil dan Ibu Melahirkan (SiBunda)," katanya.
Selain itu, kata Muda, pada tahun 2020 dimulainya pelaksanaan delapan aksi konvergensi melalui Tim Konvergensi Percepatan Pencegahan Stunting (KP2S) dalam rangka percepatan pencegahan dan penanganan stunting di Kabupaten Kubu Raya. Dengan langkah-langkah terobosan tersebut terjadi penurunan prevalensi stunting dari tahun ke tahun secara signifikan yaitu tahun 2019: 23.646, Tahun 2020: 13.64, Tahun 2021 : 7.94 dengan menggunakan basis data pada e-PPGBM.
"Untuk itu, kita meminta Kementerian Kesehatan hendaknya lebih fokus dan konsisten menerapkan system pencatatan dan pelaporan yang lebih faktual dan tidak menggunakan metode berupa study pembanding yang sangat jauh berbeda hasilnya," kata Muda.
Karena, lanjutnya, berbeda metode dan pola kerja dengan hanya bersandarkan pada hasil sampel secara acak yang pembuktian validasi pengukurannya lemah. Hal ini justru menimbulkan keresahan dan semua elemen yang terlibat dalam upaya pencegahan dan penurunan stunting, seperti kader Posyandu ketua RT, ketua RW kepala dusun kepala Desa, PKK Desa, dan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat aktif bertugas mengejar kegiatan di berbagai titik Posyandu dan Poskesdes di tingkat desa sampai Puskemas.
Untuk itu, pihaknya juga meminta Kementerian Kesehatan untuk tidak melakukan survei pengumpulan daya yang sudah tersedia secara rutin dalam rangka efisiensi anggaran.
"Kemenkes juga diharapkan bisa mendorong penguatan pemanfaatan basis data pada e-PPGBM untuk berbagai keperluan seperti publikasi data stunting dan pemantauan evaluasi strategi Nasional percepatan penanganan Stunting sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting," katanya.
Bupati surati Kemenkes terkait perbedaan data prevalensi stunting
Sabtu, 12 Maret 2022 18:32 WIB