Ambon (ANTARA) - DPRD Maluku meminta adanya pengetatan sistem pengawasan penyaluran atau distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi agar masyarakat tidak sulit untuk mendapatkannya.
"Kalau opsi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar untuk saat ini bukanlah pilihan yang tepat," kata Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Ruslan Hurasan di Ambon, Minggu.
Menurut dia, dua jenis BBM ini paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah sehingga pemerintah sebaiknya menangguhkan rencana kenaikan harga dan lebih fokus untuk meningkatkan pengawasan.
Baca juga: Sekda sampaikan hasil audensi aksi tuntutan sulit dapatkan solar bersubsidi
Baca juga: Harga BBM nonsubsidi naik di tengah penurunan harga crude
Ia memastikan kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih secara baik akibat pandemi dan bencana alam bisa menyebabkan dampak yang jauh lebih serius ketika harga BBM dinaikkan.
"Pengawasan ketat pemerintah ini bisa lebih terfokus ketika dilakukan pendistribusian di setiap SPBU sehingga setiap mobil mewah tidak bisa membeli BBM bersubsidi," ujar Ruslan.
Ia menambahkan pembatasan BBM bersubsidi yang dikombinasikan dengan pengawasan ketat, maka bisa mendorong efisiensi penggunaan BBM bersubsidi semakin maksimal.
Selain itu, ia juga meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan provinsi maupun kabupaten/kota agar lebih proaktif dalam mengawasi berbagai hal teknis di lapangan, termasuk pengusulan jumlah kuota BBM sesuai kebutuhan masyarakat.
"Selama ini sudah cukup banyak keluhan yang disampaikan para supir angkot yang mengantri BBM bersubsidi dengan kelompok masyarakat yang kemampuan ekonominya di atas rata-rata," tandasnya.
Baca juga: Konsumsi gas dan BBM di Kalimantan naik saat Ramadhan - Lebaran
Cara seperti ini, tambah dia, perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah agar yang namanya BBM bersubsidi benar-benar dinikmati masyarakat kecil.
"Tanpa adanya upaya pembatasan distribusi BBM bersubsidi yang tepat sasaran, diperkirakan kuota BBM akan habis di bulan Oktober 2022. Sampai akhir tahun 2022 diperkirakan kebutuhan pertalite mencapai 29 juta kilo liter, padahal kuota pertalite 23 juta kilo liter," kata Ruslan.
Baca juga: Harga pertamax tidak naik, beban Pertamina bertambah