"Kita harus berani bersuara, sepanjang kita tidak berani bersuara, maka kasus (KDRT) yang sama akan terus berulang," katanya dalam acara Gema Kolaboratif Multistakeholders Menghapuskan KDRT di Ruang Publik yang diikuti di Jakarta, Minggu.
Menteri Bintang menekankan kepada masyarakat agar tidak perlu ragu untuk melaporkan kasus KDRT, karena semakin banyak kasus yang terungkap, maka semakin banyak memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku.
Untuk itu, Kementerian PPPA, kata dia, telah melakukan sosialisasi "Dare to speak up" atau berani bersuara sejak 2021 silam sebagai langkah awal agar para korban dan saksi bisa melapor.
Upaya tersebut, sambungnya, juga dilengkapi dengan Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang terintegrasi ke 34 provinsi di seluruh Indonesia.
"Bagi bapak dan ibu yg melihat atau mendengar kami harapkan partisipasinya untuk menyampaikan laporan ke hotline SAPA 129,".
SAPA 129, jelas Bintang, dapat diakses melalui hotline 129, WhatsApp (WA) 08111129129, serta aplikasi SAPA 129 yang tersedia di PlayStore.
Perlawanan terhadap KDRT, kata dia, penting untuk dilakukan mengingat negara telah memiliki Undang-Undang Penghapusan KDRT (UU PKDRT) yang telah berusia hampir dua dekade.
Bintang menilai UU tersebut dapat menjadi dasar hukum yang memberikan perlindungan hukum kepada korban, dan sanksi bagi pelaku KDRT.
Untuk itu, Kementerian PPPA bersama sejumlah pemangku kepentingan terkait mengadakan acara semacam ini demi menyuarakan perlawanan terhadap KDRT.
"Dengan komitmen bersama, sinergi, dan kolaborasi yang kita lakukan, mudah-mudahan kita dapat meminimalisir KDRT yang ada di Indonesia," tutur Menteri PPPA Bintang Puspayoga.