Palangka Raya (ANTARA) -
Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Sugianto Sabran mengimbau sekaligus melarang aksi penyampaian aspirasi dengan membawa senjata atau pusaka khas Dayak seperti tombak atau lunju, mandau maupun duhung.
Sugianto di Palangka Raya, Minggu, menyampaikan, larangan tersebut merupakan upaya dalam menjaga marwah dari benda-benda pusaka dan budaya Dayak di Kalimantan Tengah.
"Menyampaikan aspirasi ataupun unjuk rasa dan sejenisnya, adalah hak yang dilindungi Undang-undang, apabila sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Membawa senjata tajam, terlebih itu benda-benda pusaka daerah, bukan pada tempatnya, dan bukan momentum yang relevan," tegasnya.
Hal ini dilakukan, lantaran mencermati fenomena akhir-akhir ini terkait penyampaian aspirasi masyarakat maupun unjuk rasa secara terbuka, dengan membawa senjata tajam atau membawa senjata khas Dayak.
Dia mengatakan, esensi dari penyampaian aspirasi adalah menyuarakan keinginan ataupun tuntutan, bukan untuk mempertontonkan senjata-senjata khas Dayak yang sakral.
"Mari kita tempatkan pada rel yang tepat, kapan waktu dan momen yang relevan untuk menampilkan senjata atau benda pusaka kita," ajaknya.
Lebih lanjut Sugianto menyampaikan, masyarakat Kalimantan Tengah yang didominasi suku Dayak, menjunjung tinggi falsafah Huma Betang yang mencerminkan kebersamaan dan persatuan meskipun berbeda suku dan agama, hidup rukun berdampingan, damai dalam keberagaman.
Maka, ditegaskannya, warga Kalimantan Tengah merupakan masyarakat yang terbuka, memaknai perbedaan sebagai suatu rahmat dan berkah, menjunjung tinggi adab dan kesantunan. Keluhuran budi warga Dayak umumnya, jangan sampai ada stigma bahwa warga Dayak Kalimantan Tengah adalah suku anarkis, hanya dikarenakan simbol-simbol yang dipertontonkan bukan pada tempatnya.
"Demokrasi menghalalkan perbedaan pendapat, dan saluran-saluran untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi itu telah disediakan ruang yang cukup, dan dilindungi oleh Undang-undang. Mari kita manfaatkan saluran itu dengan baik dan benar, tanpa menodai marwah adab dan budaya yang kita junjung tinggi bersama," pintanya.
Kemudian dia juga mengingatkan, beberapa tahun yang lalu saat Presiden Joko Widodo datang dan meresmikan Bandara Tjilik Riwut, dalam pidatonya mengatakan Kalimantan Tengah adalah miniatur keberagaman Indonesia sesungguhnya.
"Bapak Presiden utarakan saat meresmikan Bandara Tjilik Riwut beberapa tahun lalu, bahwa beliau bangga berada di Bumi Tambun Bungai sebagai miniatur keberagaman Indonesia yang sesungguhnya. Stempel itu tentu tidak serta merta muncul begitu saja dari seorang Presiden, tentu dengan pencermatan yang komprehensif," terangnya.
Oleh karenanya, Sugianto mengajak masyarakat untuk bersama-sama merawat keberagaman yang ada menjadi kekuatan dan menjunjung tingggi nilai-nilai budaya serta kearifan lokal, tanpa menodainya dengan sikap ataupun perilaku yang tidak sepantasnya dilakukan, pada saat dan waktu yang tidak tepat, dan momentum yang tidak relevan.
Adapun terkait konflik Bangkal di Kabupaten Seruyan beberapa waktu lalu, Sugianto menegaskan akan berkirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo, bermohon untuk mengevaluasi Izin HGU Perusahaan Besar Swasta (PBS) maupun HTI.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gubernur Kalteng larang bawa mandau saat aksi penyampaian aspirasi