Brussel (ANTARA) - Sejumlah anggota Parlemen Eropa menuding Uni Eropa (UE) "berkonspirasi" karena tetap diam di tengah serangan Israel di Jalur Gaza.
Para anggota Parlemen Eropa tersebut menghadiri sidang pada Rabu tentang Gaza dengan dihadiri kepala kebijakan luar negeri Josep Borrell dan Komisaris Eropa untuk Manajemen Krisis Janez Lenarcic.
Beberapa anggota parlemen menolak serangan Israel dengan mendefinisikannya sebagai "pembersihan etnis" dan "genosida."
Mereka menyalahkan blok tersebut karena menerapkan standar ganda dalam kebijakannya tentang masalah tersebut.
Merujuk kepada kesepakatan pertukaran sandera Israel-Hamas, Anggota Parlemen Prancis Manon Aubry dari kelompok kiri mengatakan bahwa "Jeda (kemanusiaan) saja tidak cukup."
Harus ada gencatan senjata permanen, katanya, seraya menambahkan apa yang harus mereka katakan kepada ribuan orang tua yang kehilangan anak mereka?
Sembari menyinggung situasi di Tepi Barat, Aubry juga menggarisbawahi bahwa setiap hari warga Palestina diserang, dianiaya, dipukuli dan diusir dari tanah mereka. Dia mengatakan itu adalah "bentuk pembersihan etnis."
Anggota parlemen Spanyol Manu Pineda mencatat bahwa Parlemen Eropa menolak menuntut gencatan senjata di Gaza dan parlemen juga menolak untuk membahasnya.
"Berapa banyak lagi anak-anak Palestina yang harus tewas oleh serangan bom Israel sebelum Parlemen Eropa dan Uni Eropa akhirnya menuntut gencatan senjata," tanya Pineda.
"Uni Eropa harus berani, bukannya berstandar ganda"
Anggota parlemen independen Italia Dino Giarruso mengatakan anak-anak, laki-laki, perempuan dan warga sipil dibunuh hanya karena mereka orang Palestina.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pembunuhan tersebut termasuk bayi baru lahir di inkubator yang meninggal karena Israel memutus aliran listrik ke rumah sakit. "Inilah yang terjadi di Palestina," kata Giarruso.
Anggota parlemen Irlandia Grace O'Sullivan, dari kelompok Green, mengatakan bahwa Parlemen Eropa telah gagal menyerukan gencatan senjata dan merespons pelanggaran terhadap hukum internasional.
Dia mencatat bahwa PM Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahan sayap kanannya menjadi semakin "berani dengan diamnya Anda."
O'Sullivan mendesak para anggota parlemen lainnya untuk menghentikan perdagangan dan mengakui negara Palestina. "Uni Eropa harus berani, bukannya berstandar ganda," tambahnya.
Israel meluncurkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober.
Otoritas di Gaza pada Selasa mengatakan bahwa jumlah korban tewas akibat serangan Israel yang masih berlangsung di daerah kantong yang terkepung itu telah meningkat lebih dari 14.500 orang, termasuk lebih dari 6 ribu anak-anak dan 4 ribu perempuan.
Sementara itu, jumlah korban tewas di Israel adalah sekitar 1.200 orang, menurut angka resmi.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Qatar harap jeda kemanusiaan di Gaza dapat menciptakan perundingan damai
Baca juga: Rusia salahkan AS atas situasi di Palestina
Baca juga: Pemerintah sulit kontak tiga WNI di Gaza