"Meski belum terlalu populer, pain intervention mampu menangani keluhan rasa nyeri dan menjadi alternatif pengobatan tanpa operasi," ujar Bobby dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut sekitar 20 persen populasi dunia setiap tahun mengalami nyeri, dengan setengahnya adalah nyeri kronis.
Pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan komprehensif dalam mengatasi nyeri melalui penanganan dengan metode medis, rehabilitasi, dan terapi alternatif. Tindakan tersebut memungkinkan penanganan pada nyeri di bagian tubuh tanpa melewati proses sayatan ataupun pembedahan.
"Sebenarnya, tidak semua orang suka atau mau dioperasi. Dari penelitian misalnya, nyeri pinggang 75 persen bisa disembuhkan tanpa pembedahan. Tapi, bukan berarti semua penyakit bisa ditangani dengan pendekatan ini," kata dia.
Pendekatan tersebut, lanjut dia, hampir tanpa komplikasi dan efeknya bisa dirasakan langsung oleh para pasiennya. Mayoritas keluhan yang dialami pasien adalah nyeri leher, bahu, siku, dan lutut.
"Biasanya penderita nyeri adalah pasien yang memiliki kebiasaan salah. Contohnya, biasa bekerja mengetik, banyak duduk, jarang bergerak," kata dia.
Pendekatan pain intervention itu biasanya dijalankan selama tiga bulan, jika tidak ada perubahan, baru digunakan opsi lainnya, yaitu operasi untuk nyeri yang tidak tertahankan.
Saat ini, lanjut dia, tenaga ahli orthopedi yang memiliki keahlian pain intervention itu masih terbatas, yakni tidak lebih dari 20 orang. "Harapannya, Radjak Hospital ini bisa berkembang dan terus bisa membantu masyarakat dalam mengatasi keluhan nyeri," ujar dia.
Penanganan nyeri ini bukan hanya untuk mengurangi intensitas nyeri pada pasien, tapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Baca juga: Terapi sel punca dapat mengurangi nyeri tulang belakang
Baca juga: Nyeri pinggang tanda kanker ginjal atau batu ginjal?