"Positif dan bergairah, karena merger PT AP I dan PT AP II akan tercipta sinergi sehingga biaya operasional bisa ditekan dan layanannya bisa semakin baik," ujar Sandiaga di Jakarta, Senin.
Ia menyebut, penggabungan korporasi di bawah naungan Kementerian BUMN itu mampu menambah jumlah penerbangan yang dapat dilayani melalui bandara internasional seperti I Gusti Ngurah Rai-Bali, Bandara Soetta-Cengkareng serta bandara lain yang berstatus internasional.
Sementara penggabungan anak perusahaan PT Pertamina yakni maskapai Pelita Air dan anak perusahaan PT Garuda Indonesia yakni Citilink, lanjut dia, diharapkan mampu menambah jumlah pesawat secara signifikan yakni dari target 700 pesawat sebelum pandemi ini, serta kondisi saat ini mencapai sekitar 400 pesawat mampu tembus 500 hingga 600 pesawat.
"Harapannya bisa tembus 500, ke 600 pesawat ini mungkin karena banyak yg antre baik Airbus ataupun Boeing, ini mungkin memerlukan waktu 1-2 tahun," tambah dia.
Dengan tambahan pesawat itu, Sandi meyakini harga tiket pesawat akan lebih terjangkau sehingga masyarakat lebih antusias untuk berwisata.
Diketahui, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan rencana integrasi maskapai BUMN pasca rampungnya merger PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) akan diputuskan pada kuartal I 2024.
Wamen Tiko menjelaskan akan terlebih dahulu “menyehatkan” kembali kondisi maskapai BUMN, Garuda Indonesia sebelum memasukkan sebagai sahamnya ke InJourney.
Sedangkan mengenai maskapai Pelita Air, lanjutnya, juga akan dikaji terlebih dahulu dengan 2 opsi. Pertama, meleburkan dengan Garuda Indonesia atau langsung berada di bawah naungan InJourney.
Meski masih dikaji, Tiko menyampaikan bahwa Pelita Air yang sahamnya dikuasi oleh PT Pertamina (Persero) tersebut kemungkinan besar akan langsung berada di bawah InJourney.
Kondisi itu berbeda dengan Citilink yang memang merupakan anak perusahaan Garuda Indonesia, akan tetap berada di bawah naungan Garuda meski nantinya merger ke InJourney.