Jakarta (ANTARA) - Kabid Hukum dan Legalitas Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) Yudistira Adipratama menyoroti e-doping sebagai salah satu isu penting yang perlu diperhatikan dalam cabang olahraga elektronik (esports).
Dikutip dari keterangan resmi PB ESI, Selasa, e-doping sendiri merupakan terminologi baru di dalam topik integritas penggunaan teknologi turnamen esports.
Menurut Yudistira, perlu adanya antisipasi tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh ekosistem esports seiring dengan perkembangan teknologi.
Tantangan tersebut mencakup regulasi, isu-isu pelanggaran, serta integritas pemanfaatan teknologi dalam esports, termasuk bug exploits yang mengarah kepada kategori e-doping.
“Indonesia dinilai terdepan dalam infrastruktur hukum yang mengatur olahraga elektronik. PB ESI dinilai memiliki peranan penting dalam pembentukan tren-tren kebijakan ekosistem esports dan olahraga elektronik di masa depan,” kata dia saat menjadi salah satu pembicara di Games of Strategies: The Legal Frontiers of Technology in Sports yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia.
Terminologi e-doping sendiri dicetuskan untuk kali pertama oleh Sekretaris Jenderal PB ESI Frengky Ong pada saat pertandingan final nomor Valorant pada cabang esports pada perhelatan SEA Games 2023 Kamboja beberapa waktu lalu.
Terminologi tersebut mencuat sebagai respon atas dugaan adanya eksploitasi bug pada pertandingan tersebut.
Atas insiden tersebut, Indonesia menjadi negara yang menyerukan dengan tegas untuk diberlakukannya regulasi mengenai larangan penyalahgunaan bug dan menyebut bahwa tindakan tersebut setara dengan penggunaan doping yang melanggar nilai-nilai integritas serta sportivitas pada olahraga esports.
Selanjutnya, istilah e-doping menjadi terminologi resmi yang digunakan oleh penyelenggara cabang olahraga esports Asian Games 2022 Hangzhou, dalam aturannya melarang atlet untuk melakukan eksploitasi teknologi atau bug dengan tujuan meningkatkan performa secara tidak berintegritas, berlaku curang, dan tidak sportif.