Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Universitas Sam Ratulangi berhasil mengidentifikasi tiga ngengat jenis baru, yakni Cryptophasa warouwi, Glyphodes nurfitriae, dan Glyphodes ahsanae.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Hari Sutrisno dalam keterangannya di Jakarta Jumat mengatakan, ngengat Cryptophasa warouwi perlu diwaspadai petani cengkih karena berpotensi merusak batang dan ranting cengkih.
"Ngengat Cryptophasa warouwi termasuk hama endemik baru dari Pulau Sangihe Sulawesi Utara yang perlu diantisipasi potensi serangannya oleh para petani," katanya
Hari menuturkan, penemuan itu sangat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman tentang keanekaragaman Cryptophasa di wilayah Wallacea dan menjelaskan status hama hewan tersebut.
Menurutnya, larva Cryptophasa dikenal sebagai hama penggerek cabang dan batang. Hewan nokturnal itu memotong daun untuk makanan, membuat terowongan, dan menutup lubangnya dengan anyaman sutra dan kotoran.
Sementara itu, dua ngengat jenis baru lainnya Glyphodes nurfitriae dan Glyphodes ahsanae diidentifikasi berasal dari Papua.
"Pada tahun 2023 aktivitas serangan -hewan- tersebut pernah menyebabkan kerusakan yang bervariasi pada tanaman cengkih di lima kecamatan Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Infestasinya mengakibatkan kerusakan cabang dan ranting yang menyebabkan penurunan densitas daun pada tanaman cengkih,” kata Hari.
Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Pramesa Narakusumo menambahkan, sejak tahun 2016 larva jenis itu terpantau mengganggu tanaman cengkih di Pulau Sangihe dan kemudian di tahun 2023 persebaran hewan jenis itu terus meluas.
Berdasarkan karakter diagnostiknya yang paling khas, ngengat berwarna coklat tua itu terlihat memiliki struktur tegas pada alat kelaminnya. Selain itu, kode batang DNA menunjukkan spesies baru tersebut berkerabat di antara spesies Cryptophasa lainnya, meskipun memiliki antena jantan yang mirip dengan genus Paralecta.
Detail fisik dari spesies baru itu dibahas dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 1 yang terbit pada 18 Januari 2024.
Dosen Universitas Sam Ratulangi Jackson Watung menjelaskan, baru-baru ini tim juga menemukan fakta jika Cryptophasa warouwi tidak hanya menyerang tanaman cengkih, tetapi juga menyerang tanaman jambu air dan jambu biji (Myrtaceae).
“Ancaman itu dapat dikategorikan sebagai serangan serangga hama oligofag, sehingga sangat penting untuk segera mengembangkan rencana strategi pengendalian hama, analisis risiko hama, menyusun daftar hama karantina, dan manajemen pengelolaan hama lainnya,” kata Jackson.
Adapun kedua jenis ngegat baru lainnya berupa Glyphodes nurfitriae dan Glyphodes ahsanae, berdasarkan hasil analisis morfologi yang dilakukan bersama antara Peneliti BRIN dan Universitas Sam Ratulangi dinyatakan sebagai taksa baru dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 4 pada 23 Januari 2024.
Total Glyphodes yang tercatat di Indonesia saat ini berjumlah 48 buah. Publikasi terakhir tentang spesies Glyphodes dari Papua dan Sulawesi dipublikasikan Munroe pada tahun 1960. Sejak saat itu tidak ada lagi spesies yang dideskripsikan dari wilayah tersebut.
Temuan itu menambah dimensi baru pada kriteria morfologi untuk mengkategorikan spesies Glyphodes dan menggarisbawahi pentingnya studi morfologi komprehensif dalam menyempurnakan taksonomi dan sistematika dalam genus.
Penekanan pada karakteristik alat kelamin dan identifikasi fitur diagnostik baru yang potensial berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang keanekaragaman Glyphodes.
Penemuan ketiga jenis ngengat tersebut berpotensi memperkuat pengetahuan sistematika yang kelak dapat membantu banyak kasus pengendalian hama dan mengidentifikasi biodiversitas di Indonesia.
Penemuan tiga taksa baru juga akan memperkuat pengetahuan sistematika ordo Lepidoptera, sehingga ilmuwan dapat menentukan peran setiap jenis ngengat di alam.