Pontianak (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat bekerja sama dengan Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Kalimantan Barat mensosialisasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) kepada pelaku ekonomi kreatif yang ada di Kalbar.
"Kegiatan tersebut menjadi wadah strategis untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan pelaku ekonomi kreatif serta budaya dalam melindungi hasil karya dan produk lokal melalui sistem kekayaan intelektual (KI)," kata Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkum Kalbar, Farida Wahid, bersama jajaran pejabat dan staf bidang pelayanan KI, serta Kepala Disporapar Provinsi Kalbar, Windy Prihastari saat menggelar sosialisasi di Pontianak, Kamis.
Farida menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk sinergi antara Kemenkumham dan Pemerintah Daerah dalam membangun ekosistem ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
"Kekayaan Intelektual bukan sekadar urusan administratif, tetapi aset strategis bangsa. Setiap karya dan inovasi masyarakat Kalimantan Barat harus dilindungi agar memberi manfaat ekonomi sekaligus menjaga jati diri budaya daerah," tuturnya.
Ia menambahkan, budaya sadar kekayaan intelektual perlu ditumbuhkan di seluruh lapisan masyarakat, terutama di kalangan UMKM dan pelaku ekonomi kreatif, agar mampu bersaing di tingkat nasional dan global.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan keynote speech oleh Farida Wahid yang menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi karya kreatif di era digital.
"Menjaga Kekayaan Intelektual berarti menjaga masa depan usaha kita sendiri. KI adalah investasi jangka panjang," katanya.
Farida juga menjelaskan strategi penguatan merek personal, merek kolektif, dan pencatatan hak cipta guna memperkuat produk unggulan daerah. Berdasarkan data hingga 22 Oktober 2025, sebanyak 634 UMKM di Kalbar telah mendaftarkan merek mereka di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
Ia mengapresiasi kolaborasi aktif antara Kanwil Kemenkumham dan Disporapar Kalbar yang telah mengedukasi masyarakat serta mendorong pendaftaran KI kolektif untuk produk lokal bernilai ekonomi tinggi.
Dia juga menyoroti pentingnya pelindungan KI bagi pelaku budaya, mengingat banyak karya tradisional yang menjadi identitas daerah. Ia mencontohkan Kota Singkawang sebagai model sukses dalam mengintegrasikan kebudayaan dengan sektor pariwisata.
"Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan negara lain, sehingga potensi klaim karya lokal oleh pihak asing perlu diantisipasi melalui pendaftaran KI," katanya.
Kanwil Kemenkum Kalbar menegaskan komitmennya dalam memperkuat ekosistem KI melalui tiga langkah utama: edukasi dan sosialisasi, inventarisasi potensi KI daerah, serta fasilitasi pendaftaran merek dan ciptaan budaya.
"Kami ingin memastikan setiap ide, karya, dan produk lokal Kalimantan Barat tidak hanya dikenal, tetapi juga dilindungi. Karena ketika karya terlindungi, ekonomi kreatif akan tumbuh dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat," kata Farida.
Di tempat yang sama, Kabid Ekonomi Kreatif Disporapar Provinsi Kalbar, Yuditriasnanto, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari peringatan HEKRAFNAS dan upaya menumbuhkan kesadaran pelaku ekonomi kreatif terhadap pentingnya perlindungan hukum atas karya.
"Kekayaan intelektual bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi juga penghargaan terhadap identitas budaya daerah," kata Yudit.
Sementara itu, Kepala Disporapar Kalbar, Windy Prihastari, menekankan pentingnya pendaftaran KI di era digital sebagai bentuk perlindungan terhadap potensi klaim pihak lain. Ia juga mendorong pelaku usaha dan inovator untuk aktif mendaftarkan hasil karyanya.
Windy bahkan memberi contoh dengan mendaftarkan lima inovasi program Disporapar, termasuk program penurunan stunting dan pusat informasi pariwisata digital yang kini diadopsi secara nasional.
"Produk budaya seperti tenun Sintang yang dikenakan Presiden Jokowi dalam World Water Forum menjadi bukti pengakuan terhadap kekayaan intelektual daerah," katanya.
Selain sosialisasi, kegiatan juga memperkenalkan program pendaftaran merek gratis hasil kerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) sebagai dukungan terhadap UMKM.
Peserta turut diperkenalkan pada konsep Kekayaan Intelektual Komunal (KIK), yang mencakup ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan indikasi geografis. Beberapa potensi indikasi geografis Kalbar yang akan segera dilindungi antara lain ikan lais, kerupuk basah, dan durian lokal.
