Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar, melakukan audiensi dengan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid. Hal ini terkait sinergi kedua instansi, dalam penanganan peredaran obat, makanan, kosmetik, mengandung bahan berbahaya atau menyalahi aturan yang diperjual belikan secara online di platform digital.
"Dalam melaksanakan tupoksi tugas pokok dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, yakni melindungi, mengawasi, dan menjamin keamanan, kualitas, hasil dan kemanfaatan, baik itu obat, suplemen kosmetik termasuk pangan yang sangat luas termasuk kandungan isinya, kami membutuhkan dukungan dari kementerian Komdigi. Untuk itulah dilaksanakan pertemuan, audiensi hari ini," ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar, di kantor Kementerian Komdigi, Selasa (7/1/2025).
Ikrar mengatakan, pihaknya sangat membutuhkan bantuan dan support dari Kementerian Komunikasi dan Digital. "Makanya itu yang menjadi tujuan kami. Targetnya hal-hal yang berhubungan dengan apa yang disebut dengan perdagangan online, yang hubungannya dengan tugas kami yaitu pengawasan obat dan makanan," katanya.
Dikatakan Ikrar, sebagai lembaga penjamin pihaknya melahirkan banyak sertifikat dan juga bermanifestasi, di situ ada hal yang baik-baik hubungannya dengan pengawasan. Tapi untuk mencegah yang bermanifestasi, ilegal, dan bersifat kriminal, khususnya yang berhubungan dengan sosial media, digital, cyber, yang sangat banyak, yakni dari seluruh penjualan-penjualan itu, ternyata 60% itu penjualan yang sifatnya digital atau online, dibutuhkan kerjasama dengan Kementerian Komdigi untuk mencegahnya.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid, menyampaikan, pihaknya dengan senang hati menerima kepala BPOM, terkhusus dalam rangka mengamankan masyarakat Indonesia, dari baik itu makanan, obat, kosmetik yang membahayakan, yang dijual dalam platform digital, baik itu melalui social media atau e-commerce.
"Kami memahami ini kerjasama yang sudah dibangun sejak lama, dan untuk saat ini kita sudah lebih dari 35 ribu konten telah ditangani sejak 2018 atas permintaan dari BPOM," terangnya.
Karena secara teknis, lanjut Meutya, yang bisa menilai apakah ini aman dikonsumsi, sehat atau tidak itu ada di BPOM.
"Kemudian kami melakukan tindakan-tindakan di ruang digital untuk men-take down hal-hal yang memang membahayakan. Dan angka 35 ribu itu tadi meskipun terdengar banyak, dengan perkembangan teknologi saat ini yang sangat cepat, kita ingin angka ini naik," tegasnya.
"Dalam kerangka tersebut, kerjasama di dua bidang itu, supaya lebih kuat lagi, kami merasa kita perlu ada penandatanganan MoU yang tadi sudah disampaikan oleh Kepala BPOM untuk kami pelajari dan jawab dengan cepat kita sudah bisa menandatangani kerjasama itu," jelasnya.